Pesan kalau almarhum Aki Rois minta dipindahkan lokasi makamnya diperoleh melalui proses kerasukan adik saya. Waktu itu Amel, adik bungsu, mengeluh tidak enak badan dan minta dikerokin oleh Ibu. Ketika Ibu mulai proses mengerok tiba-tiba Amel mulai meracau dalam bahasa sunda. Padahal kami sekeluarga tahu kalau Amel tidak bisa berbahasa sunda. Ibuku dipanggilnya dengan sebutan ‘Neng’. Dalam keadaan tidak sadar tersebut Amel yang katanya kemasukan Aki, almarhum orang tua Ibu, minta kepada Ibuku sebagai anaknya untuk meminta agar rumahnya dipindahkan. Katanya rumahnya sudah mau rubuh. Aki juga mengatakan, melalui perantaraan Amel kalau anak-anaknya yang di kampung sudah diberitahu. Bahkan Aki mengabari bahwa salah seorang kakak Ibuku sedang sakit. Setelah memberitahukan pesannya akhirnya Aki pergi meninggalkan tubuh Amel.
Berikutnya sekitar bulan Juni saya dapat kabar mengenai pesan dari Aki tersebut. Kebetulan minggu berikutnya kami ada acara ke kampung untuk menghadiri pesta pernikahan seorang keponakan. Ibu memberitahukan kepada saudara-saudaranya kandungnya mengenai pesan Aki yang disampaikan lewat Amel. Ternyata pesan ini juga telah sampai melalui mimpi anaknya yang lain dan melalui komunikasi dengan sepupu saya. Akhirnya mereka semua sepakat untuk memindahkan makam Aki ke lokasi Tempat Pemakaman Umum (TPU).
Lokasi makam Aki sebelumnya hanya sendirian di tanah yang sebelumnya merupakan pekarangan rumah. Aki meninggal pada tahun 1944, jadi sudah hampir 65 tahun yang lalu. Ketika Aki meninggal dunia Ibuku yang merupakan anak bungsunya baru berusia 40 hari. Aki meninggal pada malam hari dan kondisi waktu itu hujan lebat. Karena waktu itu jaman susah dan penduduk kampung juga masih sedikit akhirnya Aki di makamkan di pekarangan rumahnya. Begitulah bagaimana suasana ketika Aki meninggal dulu. Bahkan Ibuku tidak bisa mengingat kejadian dan wajah orang tuanya,
Hari Sabtu kemarin, 03 Oktober 2009, kami berangkat kembali ke kampung di daerah Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Kebetulan momennya pas dengan perayaan Idul Fitri jadi sekalian bersilaturahmi dengan saudara yang ada di sana. Proses pemindahan sempat terhambat karena ada salah seorang ustadz di sana yang tidak berani memimpin prosesi pemindahan makam. Mereka masih percaya dan takut akan ‘mati akal’ apabila membantu memindahkan kuburan. Ada-ada saja kepercayaan orang di kampung. Saya sempat mengatakan jika tidak ada yang mau memindahkan, biar kami saja cucunya yang memindahkannya. Alhamdulillah, akhirnya dari 5 orang ustadz yang awalnya diminta membantu ada 3 orang yang bersedia.
Lokasi makam terletak di sebuah kebun yang tanahnya agak tinggi dari tanah disekitarnya. Bahkan di bagian belakang terdapat tebing yang curam yang berbatasan dengan sungai kecil. Wajar saja Aki mengatakan kalau rumahnya sudah mau rubuh, mungkin maksudnya makam tersebut rawan sekali longsor karena musim hujan. Di depan kebun tempat Aki dimakamkan terbentang petak-petak sawah yang sedang ditanami padi dan kebun palawija. Sungguh tempat yang sangat menarik ketika rumah di atasnya masih berdiri. Sekarang di lokasi tersebut rumah Aki sudah tidak ada lagi.
Proses penggalian makam terbilang lancar karena tanahnya gembur walaupun di lokasi tersebut banyak mengandung cadas. Sebelumnya kami khawatir tidak akan menemukan tulang belulangnya karena usia makam tersebut juga sudah dangat lama. Namun setelah menggali sedalam 1,5 meter akhirnya kami menemukan tengkorak kepala dan beberapa bagian tulang yang masih utuh. Penggalian dan pengangkatan tulang-belulang semuanya dilakukan oleh cucu beliau termasuk saya dan adik-adik.
Setelah semuanya terkumpul dan dinyatakan lengkap oleh sesepuh di sana maka selesailah proses penggalian makam. Proses berikut adalah kami mengkafani dan melakukan sholat jenazah kemudian memakamkan kembali di tempat yang baru. Sekitar jam 11.00 siang barulah semuanya selesai dan kami menjadi lega.
Banyak pelajaran yang dapat kami ambil dari proses tersebut. Diantaranya adalah dengan mengingat kematian. Dengan mengingat mati maka segala amal perbuatan kita di dunia akan menjadi lebih berarti. Pelajaran berikutnya adalah bagaimana kita menunjukkan bagaimana rasa hormat dan bakti kita kepada orang tua, baik yang masih hidup ataupun yang sudah tiada. Kemudian pelajaran mengenai adab kita terhadap orang yang sudah meninggal. Mudah-mudahan semua ini ada hikmahnya dan menjadi pelajaran bagi kami anak cucunya. Semoga amal ibadah kedua orang tua kami diterima oleh Allah SWT. Amin.
No comments:
Post a Comment