Tuesday, January 12, 2010

PANSUS

Jakarta, 13 Januari 2010

Di televisi sedang disiarkan acara pemanggilan Menkeu, Sri Mulyani, dengan Pansus Hak Angket Bank Century. Nggak ada minat sedikitpun untuk menyaksikannya. Bukannya nggak percaya sama pansus, tapi lebih tidak percaya terhadap motif politik yang berada di belakangnya.

Yang namanya politik semuanya nggak ada yang murni. Bahkan kadangkala kelihatan lurus nggak taunya dikit lagi sampai ujung malah berbalik. Nggak jelas, seperti Bajaj, hanya sopirnya dan Tuhan yang tahu kapan mau belok kanan atau belok kiri.

Pansus ini juga begitu, ada yang mau menyerang A tapi lewat B. Kelihatannya C yang digoyang ternyata yang jatuh D. Nah lu... bingung kan... daripada bingung mendingan kita lupakan saja pertikaian mereka. Dari pada kita menjadai pelanduk di tengah pertarungan gajah. Lebih baik sekalian aja jadi monyet yang nonton dari atas pohon. Kita tonton sampe gajahnya kelelahan dan akhirnya monyet yang jadi raja. Hehehe...

Mutasi

Jakarta, 12 Januari 2010


Disela-sela kesibukan masih sempat nulis di blog. Kalau sudah 'bete' tidak satu katapun dapat diungkapkan. Sekarang 'mumpung' lagi mau nulis. Ceritanya begini.

Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) kami sudah biasa dengan yang namanya mutasi atau promosi. Semuanya sama saja, sama-sama keluar daerah dan siap-siap jauh dari keluarga. Bedanya kalau promosi ada kenaikan tambahan penghasilan sedangkan kalau mutasi penghasilan yang akan diterima sama saja. Pengorbanannya akan lebih berat bagi pegawai yang mengalami mutasi. Penghasilan sama namun pengeluaran akan lebih besar.

Di instansi kami sekarang ini, yang namanya mutasi atau promosi sudah sedemikian ketat. Peraturan sebisa mungkin dibuat dengan seadil-adilnya dengan pertimbangan pemerataan. Pegawai yang sudah lama berkutat dengan macetnya Jakarta akan dipindahkan ke daerah yang sedikit agak sepi. Nah, yang biasa kebut-kebutan naik motor di daerah akan dipindahkan ke Jakarta yang macet nauzubilah. Biar kaya dengan pengalaman katanya. Saya setuju. Sangat setuju sekali. Jelas pengalaman pegawai di daerah akan berbeda dengan pengalaman pegawai yang ada di Jakarta. Semakin sering mutasi maka semakin banyak pengalaman pegawai tersebut. Akhirnya diharapkan kualitasnya akan meningkat.

Kalau dulu orang kasak kusuk jika ada isu mutasi atau promosi, sekarang hal tersebut sudah tidak ada lagi. Inilah hebatnya perubahan di instansi yang saya cintai ini. Didukung oleh pejabat-pejabat yang visioner dan tenaga muda yang siap berevolusi. Merubah citra pegawai negeri yang carut marut sekarang ini bukanlah pekerjaan mudah. Alhamdulillah kami bisa melalui itu semuanya.

Namun kalau yang namanya mutasi semuanya pasti bingung dibuatnya. Ada yang sedih karena terpental jauh ke daerah terpencil tapi ada yang senang juga karena bisa ke Jakarta atau bisa pulang kampung. Inilah masalahnya. Tidak semua yang ke Jakarta juga senang atau yang ke daerah juga sedih. Jadi gimana ya ? Apa dibuatkan polling saja buat seluruh pegawai yang akan mutasi. Ditanyakan, maunya pindah ke mana ? Hehe... enak aja !

Kemarin saya bingung mau ngucapin selamat atas promosi dan mutasinya atau malah bilang innalillah. Akhirnya hanya bilang, yang sabar ya fren. Bagaimana nggak sedih. Anak pertamanya masih berusia 3 tahun, sedang lucu-lucunya, sedangkan adiknya yang kecil baru beberapa bulan. Dia ngebayangin kalau selama masa pertumbuhan anaknya yang pertama dia tidak bisa melihatnya setiap hari. Aduh, gimana nggak sedih coba. Akhirnya saya cuma bisa bilang, sabar ya fren. Saya selalu berdoa dimanapun ente ditugasin. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT, sehat dan berkah. Jadi ambil saja hikmahnya.

Monday, January 11, 2010

Khilaf, Keliru, Tidak Benar, Salah

Jakarta, 12 Januari 2010

Sebagai seorang Penelaah Keberatan kami sering bertemu dengan kata seperti dalam judul di atas. Bagi masyarakat umum terminologi dari kata diatas sema jelasnya dengan terbitnya matahari di waktu pagi. Namun tidak bagi kami. Kenapa ? karena kami mempertimbangkan sesuatu yang berakibat secara finansial bagi beberapa pihak dengan dalih salah satu kata di atas tersebut. Inilah susahnya dalam mendefinisikan sesuatu yang seharusnya sudah jelas.

Kalau secara pribadi saya ditanya tentang arti kalimat di atas, saya akan menjawabnya, kalau khilaf itu karena alpa atau lupa. Kenapa bisa alpa atau lupa ? karena tidak ingat. Lalu kenapa tidak ingat ? karena lupa. Lalu ? yah akhirnya khilaf. Semua berputar putar seperti komidi putar.

Nah jika sudah khilaf biasanya akan menjadi keliru. Wong namanya juga orang khilaf. Ketika sudah keliru sudah pasti akan menjadi tidak benar perbuatannya. Perbuatan tidak benar tersebutlah yang akhirnya akan dinyatakan sebagai kesalahan. Salah ? Salah ya... salah.... Habis perkara !.

WARUNG KEJUJURAN

Jakarta, 12 Januari 2010

Koperasi Serba Usaha Pegawai Kanwil DJP Jakarta Selatan hari ini resmi memiliki toko kecil yang diberi nama "Warung Kejujuran". Peresmian dilakukan langsung oleh Kepala Kantor, walaupun singkat dan sederhana namun cukup khidmat.

Konsep warung kejujuran adalah mengemas sebuah unit usaha kecil berupa toko makanan dan minuman yang sering dibutuhkan oleh pegawai dengan sistim pembayaran langsung tanpa ada petugas kasir yang melayani. Konsep ini sangat menarik mengingat kondisi pegawai yang sibuk dan tidak mungkin dibebankan dengan tugas tambahan seperti menjaga warung. Nah atas usul dalam rapat anggota dibuatlah konsep warung seperti ini yang diberi nama warung kejujuran. Konsep warung kejujuran sendiri sebenarnya sudah dikenal sebelumnya. Di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi dan beberapa instansi sudah membuat warung serupa.

Setiap pegawai yang ingin berbelanja dapat langsung mengambil sendiri barang yang dibutuhkan. Uang pembayaran atau uang kembalinya dapat langsung diambil atau diserahkan sendiri dalam sebuah kotak yang telah disediakan. Proses ini jelas membutuhkan rasa percaya dan tanggung jawab yang tinggi dari seluruh pegawai yang nota bene adalah anggota koperasi. Disamping mengajarkan sifat kejujuran juga diajarkan bagaimana seharusnya kita memiliki rasa tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap sesuatu secara kolektif.

Jika anda berbelanja di warung kejujuran anda akan dihadapkan kepada dua hal tersebut. Yang pertama kejujuran, karena hanya kita dan Tuhan yang tahu apa yang akan kita beli, berapa uang yang kita serahkan dan berapa yang diambil kembali jika ada kembalian. Mungkin untuk pegawai yang merangkap anggota hal ini bukanlah masalah. Namun hal tersebut akan bermasalah jika yang berbelanja adalah tamu atau orang luar yang kebetulan datang. Kedua adalah rasa tanggung jawab kolektif atau tanggung jawab bersama. Karena semua barang dan aset dalam warung kejujuran adalah harta bersama. Oleh karena itu setiap pegawai diharapkan punya memiliki dan tanggung jawab untuk menjaga dan merawat warung tersebut.

Konsep warung seperti ini dapat pula diterapkan disekolah-sekolah yang sudah memiliki koperasi sekolah dan sejenisnya. Karena keberadaan warung seperti ini diharapkan dapat memberikan nilai positif kepada siswa dan seluruh elemen sekolah.

Semoga warung kejujuran koperasi pegawai Kanwil DJP Jakarta Selatan maju dan berkembang.

PENGUSAHA KELINCI

Cibinong, Januari 2010


Sudah lama nggak nenemin Radja tidur. Padahal waktu Tetehnya kecil dulu hampir setiap malam saya menemaninya tidur. Sebelum tidur selalu minta diceritain dulu. Nah kemarin saya menemani Radja tidur dan ingin sekali cerita. Kebetulan sekarang dia sedang senang mobil. Liburan di Bandung kemarin uang jajannya dibelikan majalah otomotif yang menampilkan berbagai jenis mobil modifikasi. Mobil favoritnya adalah Mitsubishi Lancer Evo X dengan full modifikasi.

Akhirnya saya cerita tentang sejarah alat transportasi. Mulai dari alat transportasi zaman dahulu yang masih memanfaatkan hewan, sejarah penemuan roda, hingga sejarah penemuan mobil. Terakhir tentang jenis-jenis mobil dari berbagai merk. Pokoknya semua yang saya tahu tentang hal tersebut saya ceritakan.

Pesan dari cerita tersebut adalah ingin agar Radja memiliki mimpi dan mencoba agar ia dapat mewujudkan mimpinya tersebut. Makanya setelah cerita selesai saya teruskan dengan nasihat agar ia selalu rajin belajar. Karena dengan belajar ia akan menjadi pintar dan berhasil meraih keinginannya. Radja tampak menyimak semua cerita dan nasehat dari saya. Sesekali bertanya (walau kadang ngawur) tentang topik pembicaraan kami. Kemudian dia komentar;

"Aku kalau sudah besar ingin jadi pengusaha" katanya dengan mantap.
Wah, bukan main senangna saya mendengar cita-citanya yang tinggi. Apalagi menjadi seorang pengusaha yang mandiri dan memiliki banyak karyawan. Sudah terbayang oleh saya Radja sedang memimpin rapat direksi dan rapat umum pemegang saham perusahaannya. Dengan berjas dan berdasi, bukan main gagahnya anak saya tersebut. Kemudian saya menanggapinya;

"Bagus De, apalagi cita-cita Ade jadi seorang pengusaha. Nanti Ade punya banyak anak buah. Uangnya banyak dan Ade bisa beli mobil yang Ade mau". Begitulah kira-kira komentar saya dengan bangga dan mencoba memotivasinya.

"Iya, Ade nanti mau beli mobil Mistubishi Lancer Evo X, terus beli Hummer H3 untuk ke Jonggol. Nanti mobil ade dimodifikasi pake wings, horn, bla.. bla.. bla.." tambahnya lagi dengan semangat sambil menjelaskan keinginannya memodifikasi mobil impiannya.

"Memang Ade mau jadi pengusaha apa ?" tanya saya mencoba memancing imajinasinya.

"Nanti Ade mau jadi PENGUSAHA KELINCI !" katanya mantap.

"Hmmmm....." saya jadi mikir-miir lagi sambil cengar-cengir sendiri. Bisa nggak ya pengusaha kelinci beli mobil Mitsubishi Lancer Evo X full modifikasi dan mobil Hummer H3 ....????

Insya Allah semua keninginan anak-anak tercapai, sekalipun menjadi pengusaha kelinci, tapi pengusaha kelinci yang sukses dan murah hati.
Amin

Wednesday, January 6, 2010

Resolusi di Tahun Baru 2010

Adik saya yang kerja di Indosat, Iwan, mengatakan jika nanti di tahun 2010 akan ada kenaikan gaji di kantornya. Jumlah kenaikannya juga cukup lumayan sehingga bisa bikin napas sedikit lega, begitu katanya, ketika kami berkumpul dengan anggota keluarga yang lain. Alhamdulillah ! komentar saudara-saudara yang lainnya saat mendengarkan kabar gembira tersebut. Nah, kebetulan adik kami yang paling bungsu ada disana ikut mendengarkan obrolan kami. Maklum adik perempuan bungsu ini sangat manja kepada abang-abangnya, langsung saja dia ikut berkomentar ;
"Wah, enak tuh Bang Iwan. Pokoknya nanti akalau udah naik gaji, Amel minta ditraktirin!" katanya dengan semangat.
"Yaaahh... kalau cuma itu sih gampang !!!" jawab abangnya sambil senyum-senyum membayangkan dompetnya akan lebih tebal tahun depan nanti.
Kami yang mendengarkan janjinya jadi ikut gembira membayangkan bakalan makan enak nantinya. Maklum naik gajiii....!!!.
Kemudian dengan gayanya adik saya komentar lagi mengenai resolusinya di tahun baru nanti.
"Pokoknya kalau gaji saya udah naik. Tiap orang yang lewat depan rumah langsung dikasih ! Ada anak kecil lewat... dikasih! Ada orang tua lewat ... dikasih! Ibu-Ibu, anak perempuan, nenek-nenek, pokoknya semua yang lewat depan rumah dikasih!" katanya dengan semangat.
Kami yang mendengarnya jadi terpancing untuk berkomentar, "Lah, kalau nggak kenal ?, Dikasih juga ?" kata saya heran.
"Pokoknya semuanya! yang kenal kek, yang nggak kenal kek, asal lewat depan rumah,dikasih aja" begitu katanya semangat.
"Jangankan saudara atau tetangga, Tukang bakso atau tukang siomay yang lewat depan rumah pasti dikasih" begitu lanjutnya.
"Loh kok,semua orang dikasih ???" kata ibu ikut-ikutan komentar.
"Iyalah Bu, nanti kalau nggak dikasih mereka bisa marah-marah" kata adik saya enteng.
"Kenapa harus marah ?" jawab saya bingung
"Iya dong, nanti kalo' nggak di kasih mereka pada marah sama saya" jawab adik saya sambil senyum-senyum.
"Loh ! itu hak kamu !" jawab saya jadi heran
"ya, enggak lah ... nantinya mereka akan ngomong, EMANG ITU JALAN BAPAK MOYANG LU !!!" katanya sambil cekikikan.
"JADI...???" kami semua bingung.
"Iya... kalo' orang lewat depan rumah kita masak nggak dikasih sih. Nanti mereka mau lewat mana ???" katanya enteng
"Huuuuu....." teriak kami semua, sementara dia cuma ngakak aja sambil ngeloyor pergi.

Rupanya maksudnya dikasih itu, ya... dikasih jalan.... Dasarr !!!

Kleidoskop 2009



Iklim Global I : Program Donasi Hijau yang Tertunda

Perubahan suhu ekstrim karena peningkatan suhu bumi menyebabkan terjadinya badai salju di Amerika dan Inggris. Kejadian tersebut beberapa hari setelah kesepakatan mengenai konferensi perubahan iklim di Kopenhagen, Denmark, gagal karena arogansi negara industri maju. Teman kantor bersungut-sungut cerita tentang hal tersebut. Kesal sekali tampaknya. Biar tahu rasa Amerika itu, begitu katanya. Padahal mereka mengambil peranan terbesar dampak pemanasan global. Seenaknya saja mereka menekan negara lain yang memiliki deposit hutan untuk melarang pembalakan liar.

Nah lu, padahal sempat saya baca sebelumnya mengenai berita penghapusan hutang luar negeri Indonesia dengan membayarnya melalui reboisasi hutan. Sempat sebelumnya ada rencana saya untuk mempublish kegiatan saya dan teman-teman di Jonggol melalui internet. Tujuannya adalah agar daerah Jonggol yang gersang dapat dihijaukan melalui donasi publik. Namun rencana ini belum sempat terlaksana karena kesibukan dan keterbatasan saya dalam mengakses dan mengelola situs internet.

Saya pernah melihat situs sejenis yang menawarkan program penanaman pohon melalui donasi para netter. Hampir sama seperti itu, hanya saja memang belum sempat terlaksana. Mungkin bila nanti mendapat dukungan dan partner yang bagus, lahan 10 hektar milik kami dapat dihijaukan.



Iklim Global II : Hebatnya Rakyat Kita

Rakyat Amerika dan Inggris panik karena badai salju yang menimpa sebagian wilayahnya. Banyak penduduk yang terancam mati kedinginan karena rusaknya instalasi gas untuk rumah tangga. Jalur transportasipun menjadi kacau karena lampu pengatur lalu lintas mati. Kereta api bawah tanah di Inggris dan pesawatpun tidak dapat mengudara karena instrumen dan prasarana pendukungnya membeku. Terbayang paniknya mereka menghadapi kondisi tersebut.

Saya dan kita seharusnya bersyukur hidup di negara ini. Berada di jalur lintas matahari dengan suhu yang hangat. Kita tidak ditakutkan oleh ancaman badai salju dan serangan hawa dingin. Namun bukan berarti kita sudah aman dengan kondisi ke depannya jika masalah iklim global tidak segera ditangani. Jangan-jangan malah nanti kita harus mengungsi ke gunung-gunung karena air laut pasang dan merendam pulau Jawa. Untungnya kita punya lahan di Jonggol yang ada di puncak bukit. Jadi apes-apesnya kita bisa tinggal dan bikin rumah di sana. Untuk makan kita bisa bertani dan beternak. Cukuplah itu semua jika kita harus hidup dalam tingkat kehidupan yang paling minimal. Begitu canda saya kepada seorang teman di kantor.

Rakyat kita masih bisa hidup susah jika terpaksa. Sementara mereka yang hidup di negara yang memiliki musim dingin akan menghadapi ancaman lain, yaitu mati kedinginan. Makanya perang di Timur Tengah tidak akan berhenti karena mereka takut jika kepentingannya akan minyak bumi di stop bangsa Arab. Alih-alih mereka malah mengenakan topeng membela negara-negara di Timur Tengah. Demikianlah sandiwara dunia yang tak akan pernah berhenti sampai akhir zaman nanti.



Selamat Jalan Gus Dur...

Dipenghujung tahun 2009 negara kita kehilangan seorang tokoh humanis. Tokoh yang sangat-sangat kontroversial menurut pandangan saya. Komentar dan tindakannya selalu nyeleneh dan aneh. Membuat gemas sebagian orang namun dapat membuat sebagian orang semakin memujanya. Itulah Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Seorang budayawan, humanis, tokoh politik, Kiyai yang setengah wali, dan presiden Republik Indonesia yang keempat. Banyak julukan yang diusulkan atas kepergiannya. Dari gelar pahlawan nasional, pahlawan pluralisme, pahlawan humanisme dan berderet gelar yang memang pantas untuknya. Komentar dan Tindakannya dihujat jutaan orang namun kepergiannya ditangisi dan diantar oleh jutaan orang pula.

Saya termasuk orang yang tidak suka terhadapnya ketika beliau masih hidup. Namun melihat kepergiannya hati ini merasa kehilangan juga dan berdoa agar Allah SWT menghapuskan semua kesalahan dan menerima semua amal ibadahnya. Beliau telah mencapai tingkat pencapaian yang paling tinggi dalam tangga kebutuhan hidup manusia. Dosen saya pernah menerangkan intisari dari buku, Seven Habbit ..., yang intinya jika kita ingin berhasil kita harus mempersiapkan akhir kehidupan kita sepeti apa. Apakah kita akan meninggalkan dunia ini dengan hujatan dan hukuman ataukah kita akan meninggalkan dunia ini dengan iringan doa dan tangis jutaan orang yang merasa kehilangan. Melihat kepergian Gus Dur saya jadi menilai bahwa beliau benar-benar tokoh dunia yang sangat sukses dalam hidupnya. Selamat jalan Gus, Gitu aja Kok Repot !



Cicak Vs Buaya

Dagelan hukum terjadi di negeri ini. Awalanya sangat antusias sekali saya mengikuti beritanya. Namun semakin hari, semakin bingung mana yang benar dan mana yang salah. Semua ahli dan tokoh nasional angkat bicara. Dari Profesor yang mengeluarkan dalil-dalil keilmuannya hingga tukang ojek yang berkomentar seenak udelnya. Semuanya punya pendapat yang katanya paling benar. Bukti-bukti di diungkapkan, alibi dibuat dan saksi-saksi berbicara. Tetapi semuanya malah bikin bingung. Tidak tanggung-tanggung, Ayah yang tiap hari di rumah, ikut berkomentar dan berpendapat dengan emosional. Jejaring Sosial ikut-ikutan mendukung dan menghujat masiang-masing pihak. Alhamdulillah dari sekian banyak grup pendukung dan forum kepedulian yang meng-invite saya tak satupun yang saya ikuti. Saya sudah apatis. Kebenaran hanya Tuhan yang punya dan keadilan sejati akan muncul kelak dalam pengadilan akhirat. Tak sabar saya ingin melihat langsung prosesnya nanti.



Prita Mulyasari

Salut dan respek saya untuk Ibu yang satu ini. Sendirian ia melawan ketidakadilan yang menimpanya. Dengan tabah dijalani semua proses hukum yang menyudutkannya. Hingga berbalik ketika berbondong-bondong rakyat mendukungnya. Jutaan simpatisan bergerak melalui berbagai jejaring sosial. Jutaan koin terkumpul atas nama kemanusiaan dan keadilan. Semua itu hanya digerakan karena hati nurani untuk membela yang tertindas. Benar-benar lebih dahsyat dari demo mahasiswa. Karena ini dengan hati, dengan perasaan dan ini digerakan tanpa pamrih apapun. Inilah gerakan koin peduli Prita yang awalnya karena curahan hati seorang yang bernama Prita Mulyasari.

Keyakinan dan Optimis

Dari dalam angkot saya melihat seorang bapak yang sudah tua berdiri di pinggir jalan sambil menunggui tiga buah karung besar berisi daun-daun pepaya. Bapak tua tersebut tampak lelah, dengan topi haji di kepalanya dan sebuah tas disampirkan dibahunya. Walau terlihat lelah namun tampak terlihat segurat senyum diwajah keriputnya. Ingi rasanya turun dari kendaraan angkutan umum yang saya tumpangi tersebut untuk sekedar cium tangan dan ngobrol dengannya.

Inilah gambaran sesungguhnya dari sebuah kehidupan. Bagaimana kehidupan harus tetap dijalani dengan keyakinan dan rasa optimis. Saya membayangkan raut wajah Ayah yang sudah senja namun masih tetap mau bekerja demi harga dirinya. Sudahlah Ayah dan Ibu jangan ngapa-ngapain, begitu sering saya mengucapkan agar mereka berdua bisa istirahat dan menikmati masa tuanya dengan tenang tanpa lelah bekerja. Namun Ayah tetap bandel, tidak mau dia menggantungkan seluruh hidupnya dari uang pemberian anak-anaknya. Ayah masih kuat, lagipula sekalian olahraga, nanti kalau diam tidak kerja apa-apa malahan badan Ayah tambah loyo dan sering sakit-sakitan. Itulah dalihnya untuk menjawab kekhawatiran kami anak-anaknya. Dari dalam bathin ini saya sangat tahu persis apa yang ada dibenak Ayah. Beliau adalah Ayah saya seumur hidup ini, jadi sudah tahu sekali kira-kira apa yang ada di fikirannya.

Ayah saya seorang lelaki yang penuh tanggung jawab. Selama istrinya, Ibu saya, masih setia mendampinginya di dunia ini beliau akan menunaikan tanggung jawabnya sebagai seorang suami memberikan nafkah. Sebuah pelajaran berharga bagi kami anaknya yang laki-laki untuk jangan gampang menyerah. Sesungguhnya rasa tanggung jawab yang dicontohkan menjadi pelita dan penerang jalan untuk kami selalu berusaha dan selalu optimis menjalani hidup. Pernah katanya, mengutip sebuah hadis, jika kamu tahu besok hari akan datang hari kiamat, sementara di tanganmu ada sebutir biji kurma untuk ditanam, maka tanamlah sebutir biji kurma tersebut. Pernah beliau bercerita, ketika kecil kakeknya menanam beberapa pohon sawo. Zaman dahulu di daerah kami pohon sawo merupakan tanaman yang banyak ditanam warga. Pohon sawo yang sekarang ditempat kami sudah jarang ditemui tersebut butuh waktu belasan tahun untuk dapat berbuah dan menghasilkan. Ketika Ayahku menanyakannya kepada Kakek, jawabannya sama, bahwa pohon ini bukan untuk dirinya tetapi untuk anak cucunya kelak. Inilah hidup yang harus dijalani dengan keyakinan dan optimisme. Demikianlah, Semoga menjadi pelajaran menghadapi tahun baru ini.


Cibinong, 05 Januari 2010

Indonesia Tidak Terpuruk !

Dalam berbagai kesempatan saya sering mendengar kalimat yang membuat hati terusik. Bahkan dalam khotbah Jumat kemarin, khatib mengucapkan kalimat tersebut. Apalgi tokoh-tokoh nasional yang sering tampil di layar televisi. Bukan saya pandai atau pun hebat, tapi rasanya kurang enak di telinga saya.
Kalimat yang di ucapkan khotib, tokoh-tokoh nasional, mahasiswa bahkan tukang ojek yang sering makan nasi uduk di depan rumah, adalah kalimat yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia sedang terpuruk, hancur, rusak, dan lain-lain istilah yang intinya menyatakan [jika saat ini seolah-olah] bangsa ini sedang berada di titik terendah dari sebuah bangsa.

Ngeri saya membayangkan jika hal yang diucapkan tadi telah terjadi pada bangsa dan negara yang saya cintai ini. Dalam gambaran saya adalah, jika kalimat itu benar, bangsa ini dipimpin oleh orang bodoh yang tidak bertuhan dan sangat lalim. Rakyat negara ini susah memperoleh kebutuhan hidupnya, tidak memiliki hak, tidak mempunyai harga diri dan penuh dengan ketakutan. Saya membayangkan tragedi Bosnia, Palestina, dan bangsa-bangsa di Afrika, dimana terjadi pembunuhan setiap hari. Saya membayangkan tidak bisa lagi orang tua membawa jalan-jalan putra-putrinya dengan aman, meskipun hanya untuk menghirup udara pagi yang segar. Saya membayangkan orang tua yang tidak mampu lagi melihat penderitaan anak-anaknya sehingga akhirnya tidak acuh lagi terhadap anaknya. Naudzubillahi minzaalik. Semoga semua itu tidak akan pernah terjadi pada bangsa dan negara ini.

Mungkin ustad dalam khotbah Jumat ingin menggambarkan keterpurukan bangsa ini dalam bidang moral dan agama. Sehingga tidak ada kata yang tepat selain kata terpuruk. Saya membayangkan maksiat merajalela sehingga orang takut memberantasnya. Sementara yang melakukannya malah merasa bangga dan senang dengan perbuatannya. Hukum agama sudah tidak didengar dan hukum dunia tidak ditakuti lagi.

Saya kok malah melihatnya berbeda dari ustadz tersebut. Bukannya sok tahu masalah agama, tapi saya malahan teringat cerita Ayah saya dulu. Ayah pernah bercerita, ketika usianya sekitar 25 tahun, waktu itu beliau sudah menikah dan baru memiliki dua orang anak [kakak saya yang pertama dan kedua]. Saat itu beliau baru bekerja di kehewanan [mungkin direktorat yang berada dibawah Departemen Pertanian]. Beliau ditempatkan di daerah Bambu Apus, nama daerah yang berada di sekitar kompleks TMII sekarang. Beliau diberi wewenang untuk mengelola beberapa hektar lahan dan seekor sapi Australia yang besar plus setiap bulannya akan dibayarkan gaji. Bukan masalah pekerjaannya yang membuatnya gundah saat itu. Masyarakat di mana beliau tinggal masih sangat tradisional. Tingkat pendidikan masih sangat rendah. Bukan hanya pendidikan umum tapi yang lebih parah adalah pendidikan agama. Banyak masyarakat yang masih menjalankan ritual sesat. Kemaksiatan merajalela di segala aspek kehidupan. Orang berjudi, main perempuan, mabuk-mabukan hampir menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Jika ada warga yang meninggal, anggota keluarga yang ditinggalkan bukannya mengadakan pengajian atau membaca doa, tetapi malah mengadakan pesta di kuburan. Orang ramai berdatangan bukan untuk mendoakan jenazah, tetapi malah minum-minuman, berjudi dan berzinah. Praktek perdukunan sangat marak. Santet dan pelet sudah biasa bagi masyarakat. Hingga timbul kesadarannya untuk merubah itu semua. Sendirian ia merangkul para pemuda untuk diajarkannya mengaji. Awalnya banyak yang menentang dan tidak suka dengan niat baik Ayah. Setelah melakukan pendekatan dengan kepala desa dan aparat sedikit demi sedikit akhirnya beliau mendapat kepercayaan dari masyarakat. Kesulitan hidup tidak beliau rasakan karena usaha kebaikannya membuat masyarakat sekitar malah membantu kehidupannya. Murid-murid pengajiannya, tanpa diminta sering membawakannya beras dan sayur-mayur jika datang musim panen. Alhamdulillah usahanya ini membawa perubahan yang baik untuk masyarakat sekitar.

Saya sangat bersyukur hidup saat ini. Sudah banyak anak-anak bisa sekolah dan mendapatkan pendidikan dengan murah. Pendidikan agama marak di setiap pelosok kampung. Ustadz dan da’i bebas berdakwah dimana saja, bahkan ada yang hidup mewah dengan berdakwah. Masjid-masjid setiap saat mengumandangkan pengajian lewat pengeras suaranya. Orang takut mabuk-mabukan dan berjudi dipinggir jalan karena setiap saat polisi datang merazia dan menahan mereka. Perdukunan, walaupun akhirnya di kemas dengan berbagai macam cara, masih membuat malu orang yang mendatanginya. Kalaupun ada orang yang berbuat maksiat justru mereka yang takut dengan masyarakat banyak. Organisasi seperti FPI, betapapun kontroversial tindakannya, masih dalam koridor memberantas kemaksiatan. Presiden, para menteri, tokoh nasional, apapun motif atau latar belakang tindakannya, mau menampilkan wajah keislaman atau keagamaannya. Saya selalu berprasangka baik untuk mereka semua. Saya membaca, dalam buku biografinya, Presiden SBY setiap hari dalam melangkah selalu dalam ridho ibunya yang berpuasa sunah setiap hari untuk melindungi setiap langkah anaknya yang menjadi presiden agar selamat. Bukankah ridho orang tua adalah ridhonya Allah SWT. Inilah yang membedakan dahulu dengan sekarang.

Para tokoh politik mondar mandir berteriak mengecam dan menghujat pemerintahan yang berkuasa. Jangan terpancing oleh tingkah laku mereka. Itulah hebatnya seorang politikus, mereka tahu kapan harus menjadi musang dan kapan harus menjadi ayam. Semua ada motif politiknya, semua ada niat tersembunyi. Jika niatnya kesampaian maka berhentilah ia menghujat. Kenapa sekarang benyak yang seperti itu. Politisi sibuk menjatuhkan lawan politiknya. Beteriak kesana-kemari mencari kesalahan lawan. Kenapa sekarang ada dahulu tidak ada ? Padahal orangnya masih sama dan bahkan dahulu pernah jaya. Kenapa ? Karena sekarang kita lebih bebas dan merdeka untuk mengeluarkan pendapat. Dahulu ? Bisa masuk Cipinang mereka semua kena pasal UU Subversif dengan alasan klise merongrong dan mebahayakan pemerintahan yang sah. Kenapa sekarang mereka berani dahulu tidak berani ? Itulah bedanya dahulu dan sekarang.

Demonstrasi marak dimana-mana menampilkan pergerakan kaum muda yang dimotori mahasiswa. Tahukan anda bahwa ada seorang teman saya yang dahulu sempat masuk daftar untuk dilenyapkan karena perjuangannya menentang pemerintahan ORBA, sekarang kecewa berat dengan teman seperjuangannya yang asyik duduk di lembaga legislatif.

INDONESIA TIDAK SEDANG TERPURUK TEMAN !!! Negara ini sedang berproses. Proses yang kita yakini akan menuju kebaikan dan kesempurnaan. Jangan pesimis, jangan menghujat, jangan memfitnah ! Bantulah pemerintah dengan jalan yang benar dan elegan. Miliki harga diri !

Saya salut dengan Prabowo yang datang dengan gagah memberikan ucapan selamat kepada SBY sebagai saingannya, walapun dia gagal dan kalah dalam pemilu. Saya tidak membela SBY dan saya tidak menyanjung Prabowo. Saya salut dan bangga memiliki pemimpin yang satria dan cerdas ! Oposan bukan berarti menjegal langkah lawan dan menghujatnya habis-habisan, Oposan harusnya mengkritik dan mengkoreksi kesalahan. Jadilah pemimpin yang cerdas, elegan dan betanggung jawab. Jadilah masyarakat yang cerdas dan pandai melihat keadaan. Jangan ikut-ikutan. Jangat buta, jangan taklid. Nanti salah-salah bisa menjadi musyrik.

Jangan sekali lagi berkata negara ini sedang terpuruk ! Negara ini hanya sedang berproses menuju kebaikan. Negara ini akan menjadi lebih baik setiap lima tahun, setiap tahun, setiap bulan dan setiap hari. Mau tau syaratnya jadilah orang yang cerdas, jangan taklid atau ikut-ikutan yang nggak jelas, dan selalu menjaga etika. Pilihlah pemimpin yang beriman, amanah, jujur dan santun.

Majulah Indoneisa !
Semoga manfaat ....


Cibinong, 04 Januari 2010