Iklim Global I : Program Donasi Hijau yang Tertunda
Perubahan suhu ekstrim karena peningkatan suhu bumi menyebabkan terjadinya badai salju di Amerika dan Inggris. Kejadian tersebut beberapa hari setelah kesepakatan mengenai konferensi perubahan iklim di Kopenhagen, Denmark, gagal karena arogansi negara industri maju. Teman kantor bersungut-sungut cerita tentang hal tersebut. Kesal sekali tampaknya. Biar tahu rasa Amerika itu, begitu katanya. Padahal mereka mengambil peranan terbesar dampak pemanasan global. Seenaknya saja mereka menekan negara lain yang memiliki deposit hutan untuk melarang pembalakan liar.
Nah lu, padahal sempat saya baca sebelumnya mengenai berita penghapusan hutang luar negeri Indonesia dengan membayarnya melalui reboisasi hutan. Sempat sebelumnya ada rencana saya untuk mempublish kegiatan saya dan teman-teman di Jonggol melalui internet. Tujuannya adalah agar daerah Jonggol yang gersang dapat dihijaukan melalui donasi publik. Namun rencana ini belum sempat terlaksana karena kesibukan dan keterbatasan saya dalam mengakses dan mengelola situs internet.
Saya pernah melihat situs sejenis yang menawarkan program penanaman pohon melalui donasi para netter. Hampir sama seperti itu, hanya saja memang belum sempat terlaksana. Mungkin bila nanti mendapat dukungan dan partner yang bagus, lahan 10 hektar milik kami dapat dihijaukan.
Iklim Global II : Hebatnya Rakyat Kita
Rakyat Amerika dan Inggris panik karena badai salju yang menimpa sebagian wilayahnya. Banyak penduduk yang terancam mati kedinginan karena rusaknya instalasi gas untuk rumah tangga. Jalur transportasipun menjadi kacau karena lampu pengatur lalu lintas mati. Kereta api bawah tanah di Inggris dan pesawatpun tidak dapat mengudara karena instrumen dan prasarana pendukungnya membeku. Terbayang paniknya mereka menghadapi kondisi tersebut.
Saya dan kita seharusnya bersyukur hidup di negara ini. Berada di jalur lintas matahari dengan suhu yang hangat. Kita tidak ditakutkan oleh ancaman badai salju dan serangan hawa dingin. Namun bukan berarti kita sudah aman dengan kondisi ke depannya jika masalah iklim global tidak segera ditangani. Jangan-jangan malah nanti kita harus mengungsi ke gunung-gunung karena air laut pasang dan merendam pulau Jawa. Untungnya kita punya lahan di Jonggol yang ada di puncak bukit. Jadi apes-apesnya kita bisa tinggal dan bikin rumah di sana. Untuk makan kita bisa bertani dan beternak. Cukuplah itu semua jika kita harus hidup dalam tingkat kehidupan yang paling minimal. Begitu canda saya kepada seorang teman di kantor.
Rakyat kita masih bisa hidup susah jika terpaksa. Sementara mereka yang hidup di negara yang memiliki musim dingin akan menghadapi ancaman lain, yaitu mati kedinginan. Makanya perang di Timur Tengah tidak akan berhenti karena mereka takut jika kepentingannya akan minyak bumi di stop bangsa Arab. Alih-alih mereka malah mengenakan topeng membela negara-negara di Timur Tengah. Demikianlah sandiwara dunia yang tak akan pernah berhenti sampai akhir zaman nanti.
Selamat Jalan Gus Dur...
Dipenghujung tahun 2009 negara kita kehilangan seorang tokoh humanis. Tokoh yang sangat-sangat kontroversial menurut pandangan saya. Komentar dan tindakannya selalu nyeleneh dan aneh. Membuat gemas sebagian orang namun dapat membuat sebagian orang semakin memujanya. Itulah Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Seorang budayawan, humanis, tokoh politik, Kiyai yang setengah wali, dan presiden Republik Indonesia yang keempat. Banyak julukan yang diusulkan atas kepergiannya. Dari gelar pahlawan nasional, pahlawan pluralisme, pahlawan humanisme dan berderet gelar yang memang pantas untuknya. Komentar dan Tindakannya dihujat jutaan orang namun kepergiannya ditangisi dan diantar oleh jutaan orang pula.
Saya termasuk orang yang tidak suka terhadapnya ketika beliau masih hidup. Namun melihat kepergiannya hati ini merasa kehilangan juga dan berdoa agar Allah SWT menghapuskan semua kesalahan dan menerima semua amal ibadahnya. Beliau telah mencapai tingkat pencapaian yang paling tinggi dalam tangga kebutuhan hidup manusia. Dosen saya pernah menerangkan intisari dari buku, Seven Habbit ..., yang intinya jika kita ingin berhasil kita harus mempersiapkan akhir kehidupan kita sepeti apa. Apakah kita akan meninggalkan dunia ini dengan hujatan dan hukuman ataukah kita akan meninggalkan dunia ini dengan iringan doa dan tangis jutaan orang yang merasa kehilangan. Melihat kepergian Gus Dur saya jadi menilai bahwa beliau benar-benar tokoh dunia yang sangat sukses dalam hidupnya. Selamat jalan Gus, Gitu aja Kok Repot !
Cicak Vs Buaya
Dagelan hukum terjadi di negeri ini. Awalanya sangat antusias sekali saya mengikuti beritanya. Namun semakin hari, semakin bingung mana yang benar dan mana yang salah. Semua ahli dan tokoh nasional angkat bicara. Dari Profesor yang mengeluarkan dalil-dalil keilmuannya hingga tukang ojek yang berkomentar seenak udelnya. Semuanya punya pendapat yang katanya paling benar. Bukti-bukti di diungkapkan, alibi dibuat dan saksi-saksi berbicara. Tetapi semuanya malah bikin bingung. Tidak tanggung-tanggung, Ayah yang tiap hari di rumah, ikut berkomentar dan berpendapat dengan emosional. Jejaring Sosial ikut-ikutan mendukung dan menghujat masiang-masing pihak. Alhamdulillah dari sekian banyak grup pendukung dan forum kepedulian yang meng-invite saya tak satupun yang saya ikuti. Saya sudah apatis. Kebenaran hanya Tuhan yang punya dan keadilan sejati akan muncul kelak dalam pengadilan akhirat. Tak sabar saya ingin melihat langsung prosesnya nanti.
Prita Mulyasari
Salut dan respek saya untuk Ibu yang satu ini. Sendirian ia melawan ketidakadilan yang menimpanya. Dengan tabah dijalani semua proses hukum yang menyudutkannya. Hingga berbalik ketika berbondong-bondong rakyat mendukungnya. Jutaan simpatisan bergerak melalui berbagai jejaring sosial. Jutaan koin terkumpul atas nama kemanusiaan dan keadilan. Semua itu hanya digerakan karena hati nurani untuk membela yang tertindas. Benar-benar lebih dahsyat dari demo mahasiswa. Karena ini dengan hati, dengan perasaan dan ini digerakan tanpa pamrih apapun. Inilah gerakan koin peduli Prita yang awalnya karena curahan hati seorang yang bernama Prita Mulyasari.
Perubahan suhu ekstrim karena peningkatan suhu bumi menyebabkan terjadinya badai salju di Amerika dan Inggris. Kejadian tersebut beberapa hari setelah kesepakatan mengenai konferensi perubahan iklim di Kopenhagen, Denmark, gagal karena arogansi negara industri maju. Teman kantor bersungut-sungut cerita tentang hal tersebut. Kesal sekali tampaknya. Biar tahu rasa Amerika itu, begitu katanya. Padahal mereka mengambil peranan terbesar dampak pemanasan global. Seenaknya saja mereka menekan negara lain yang memiliki deposit hutan untuk melarang pembalakan liar.
Nah lu, padahal sempat saya baca sebelumnya mengenai berita penghapusan hutang luar negeri Indonesia dengan membayarnya melalui reboisasi hutan. Sempat sebelumnya ada rencana saya untuk mempublish kegiatan saya dan teman-teman di Jonggol melalui internet. Tujuannya adalah agar daerah Jonggol yang gersang dapat dihijaukan melalui donasi publik. Namun rencana ini belum sempat terlaksana karena kesibukan dan keterbatasan saya dalam mengakses dan mengelola situs internet.
Saya pernah melihat situs sejenis yang menawarkan program penanaman pohon melalui donasi para netter. Hampir sama seperti itu, hanya saja memang belum sempat terlaksana. Mungkin bila nanti mendapat dukungan dan partner yang bagus, lahan 10 hektar milik kami dapat dihijaukan.
Iklim Global II : Hebatnya Rakyat Kita
Rakyat Amerika dan Inggris panik karena badai salju yang menimpa sebagian wilayahnya. Banyak penduduk yang terancam mati kedinginan karena rusaknya instalasi gas untuk rumah tangga. Jalur transportasipun menjadi kacau karena lampu pengatur lalu lintas mati. Kereta api bawah tanah di Inggris dan pesawatpun tidak dapat mengudara karena instrumen dan prasarana pendukungnya membeku. Terbayang paniknya mereka menghadapi kondisi tersebut.
Saya dan kita seharusnya bersyukur hidup di negara ini. Berada di jalur lintas matahari dengan suhu yang hangat. Kita tidak ditakutkan oleh ancaman badai salju dan serangan hawa dingin. Namun bukan berarti kita sudah aman dengan kondisi ke depannya jika masalah iklim global tidak segera ditangani. Jangan-jangan malah nanti kita harus mengungsi ke gunung-gunung karena air laut pasang dan merendam pulau Jawa. Untungnya kita punya lahan di Jonggol yang ada di puncak bukit. Jadi apes-apesnya kita bisa tinggal dan bikin rumah di sana. Untuk makan kita bisa bertani dan beternak. Cukuplah itu semua jika kita harus hidup dalam tingkat kehidupan yang paling minimal. Begitu canda saya kepada seorang teman di kantor.
Rakyat kita masih bisa hidup susah jika terpaksa. Sementara mereka yang hidup di negara yang memiliki musim dingin akan menghadapi ancaman lain, yaitu mati kedinginan. Makanya perang di Timur Tengah tidak akan berhenti karena mereka takut jika kepentingannya akan minyak bumi di stop bangsa Arab. Alih-alih mereka malah mengenakan topeng membela negara-negara di Timur Tengah. Demikianlah sandiwara dunia yang tak akan pernah berhenti sampai akhir zaman nanti.
Selamat Jalan Gus Dur...
Dipenghujung tahun 2009 negara kita kehilangan seorang tokoh humanis. Tokoh yang sangat-sangat kontroversial menurut pandangan saya. Komentar dan tindakannya selalu nyeleneh dan aneh. Membuat gemas sebagian orang namun dapat membuat sebagian orang semakin memujanya. Itulah Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Seorang budayawan, humanis, tokoh politik, Kiyai yang setengah wali, dan presiden Republik Indonesia yang keempat. Banyak julukan yang diusulkan atas kepergiannya. Dari gelar pahlawan nasional, pahlawan pluralisme, pahlawan humanisme dan berderet gelar yang memang pantas untuknya. Komentar dan Tindakannya dihujat jutaan orang namun kepergiannya ditangisi dan diantar oleh jutaan orang pula.
Saya termasuk orang yang tidak suka terhadapnya ketika beliau masih hidup. Namun melihat kepergiannya hati ini merasa kehilangan juga dan berdoa agar Allah SWT menghapuskan semua kesalahan dan menerima semua amal ibadahnya. Beliau telah mencapai tingkat pencapaian yang paling tinggi dalam tangga kebutuhan hidup manusia. Dosen saya pernah menerangkan intisari dari buku, Seven Habbit ..., yang intinya jika kita ingin berhasil kita harus mempersiapkan akhir kehidupan kita sepeti apa. Apakah kita akan meninggalkan dunia ini dengan hujatan dan hukuman ataukah kita akan meninggalkan dunia ini dengan iringan doa dan tangis jutaan orang yang merasa kehilangan. Melihat kepergian Gus Dur saya jadi menilai bahwa beliau benar-benar tokoh dunia yang sangat sukses dalam hidupnya. Selamat jalan Gus, Gitu aja Kok Repot !
Cicak Vs Buaya
Dagelan hukum terjadi di negeri ini. Awalanya sangat antusias sekali saya mengikuti beritanya. Namun semakin hari, semakin bingung mana yang benar dan mana yang salah. Semua ahli dan tokoh nasional angkat bicara. Dari Profesor yang mengeluarkan dalil-dalil keilmuannya hingga tukang ojek yang berkomentar seenak udelnya. Semuanya punya pendapat yang katanya paling benar. Bukti-bukti di diungkapkan, alibi dibuat dan saksi-saksi berbicara. Tetapi semuanya malah bikin bingung. Tidak tanggung-tanggung, Ayah yang tiap hari di rumah, ikut berkomentar dan berpendapat dengan emosional. Jejaring Sosial ikut-ikutan mendukung dan menghujat masiang-masing pihak. Alhamdulillah dari sekian banyak grup pendukung dan forum kepedulian yang meng-invite saya tak satupun yang saya ikuti. Saya sudah apatis. Kebenaran hanya Tuhan yang punya dan keadilan sejati akan muncul kelak dalam pengadilan akhirat. Tak sabar saya ingin melihat langsung prosesnya nanti.
Prita Mulyasari
Salut dan respek saya untuk Ibu yang satu ini. Sendirian ia melawan ketidakadilan yang menimpanya. Dengan tabah dijalani semua proses hukum yang menyudutkannya. Hingga berbalik ketika berbondong-bondong rakyat mendukungnya. Jutaan simpatisan bergerak melalui berbagai jejaring sosial. Jutaan koin terkumpul atas nama kemanusiaan dan keadilan. Semua itu hanya digerakan karena hati nurani untuk membela yang tertindas. Benar-benar lebih dahsyat dari demo mahasiswa. Karena ini dengan hati, dengan perasaan dan ini digerakan tanpa pamrih apapun. Inilah gerakan koin peduli Prita yang awalnya karena curahan hati seorang yang bernama Prita Mulyasari.
No comments:
Post a Comment