Thursday, June 25, 2009

Selamat Jalan Rustam

Jumat, 26 Juni 2006


Tam... Maafin Mama ya....
Meeooonngg....

Suaranya melemah, istriku tidak tega lagi memandang saat-saat terkahir dimana malaikat maut menjemputnya. Kemudian diambilnya selimut dan dengan lembut dibalutlah tubuhnya yang telah kurus dan lemah. Akhirnya ditinggalkannya Rustam melewati saat-saat terakhirnya sendirian. Ya, sendirian tanpa istri dan anak-anak. Tanpa teman dan keluarga yang menemani hanya istriku yang dengan setia merawat sampai kahir hayatnya. Sungguh sedih perjalanan hidup Si Rustam.

Namanya Rustam, bukan mau kami dan bukan pula keinginan kami memberi nama 'Rustam'. Sudah dari 'sono'-nya, kalau menurut orang Betawi. Awalnya Rustam kami pelihara karena kucing peranakan kami sebelumnya Si Cemong hilang dicuri orang. Waktu itu kami tinggal di Cikarang. Suatu ketika kami sekeluarga pergi untuk beberapa hari, dan ketika pulang Si Cemong sudah tidak ada. Mungkin ada yang curi, kata tetangga memberitahukan. Si Cemong berwarna abu-abu gelap, gagah, bulunya halus dan panjang, keren sekali. Kami sekeluarga sedih sekali kehilangan Si Cemong. Saking sedih dan merasa kehilangan, pernah ketika hujan lebat anak saya, Sasha, bilang kepada Mamanya, Kasihan ya Cemong, jangan-jangan sekarang basah dan kedinginan karena hujan. Kesedihan kami akhirnya terobati ketika ada teman yang mau membarter kucing anggoranya dengan ikan louhan kami. Dengan senang hati akhirnya terjadilah transaksi barter tersebut dan Rustam menjadi bagian dari keluarga kecil kami.

Ketika pertama kali datang usianya sudah 1 tahun dan masih penakut. Setiap hari sembunyi di bawah tempat tidur. Keluar persembunyiannya hanya pada saat jam makan saja. Namun lama-kelamaan akhirnya sudah mulai berani berinteraksi dengan anggota keluarga kami. Ada seekor kucing kampung betina yang kami pelihara, namanya Putih. Awalnya Rustam sangat agresif, terutama terhadap kucing kampung, namun akhirnya dengan Si Putih mereka berdua bisa akrab. Agresifitas Rustam dapat kami maklumi, mungkin akibat kondisinya yang sudah dikebiri oleh pemilik sebelumnya. Setiap kucing kampung yang lewat di depan rumah kami selalu dikejarnya. Badannya yang besar dan panjang serta bulunya yang lebat membuatnya terlihat besar. Akibatnya radius 50 m dar rumah kami bebas kucing kampung yang biasanya bersliweran. Suatu kali pernah anjing milik tetangga kami lari tebirit-birit dikejar olehnya. Saya sampai terbengong-bengong melihat kejadian tersebut. Aneh ada kucing mengejar anjing. Sementara anjing tetangga hanya bisa menggonggong dari kejauhan, tidak berani mendekat. Itulah masa-masa kejayaan Rustam.

Ketika kembali tinggal di Cibinong, kami pernah menjodohkan Rustam dengan kucing Anggora betina, Si Lolly namanya. Seekor kucing Anggora pemberian teman. Namun status perjodohan tersebut hanyalah sekedar status/kamuflase saja. Kondisi Rustam yang dikebiri membuat Lolly akhirnya berpaling kepada pejantan lainnya. Akhirnya terjadilah perselingkuhan tersebut. Lolly berselingkuh dengan preman kampung.

Kami menjulukinya Si Preman karena melihat fisik dan kelakuannya yang seperti jagoan kampung. Si Preman berwarna abu-abu dan putih, badannya besar (istilahnya bagol), suka masuk sembarangan ke dalam rumah kami untuk mencuri makanan kucing. Kalau diusir belum mau pergi, diam bergeming seakan menantang kami. Akhirnya dengan terpaksa kami melemparnya dengan sendal atau memukulnya dengan sapu. Pada awalnya kedatangan preman kampung tersebut mendapatkan perlawanan sengit dari Rustam. Pertarungan mempertahankan teritory pun terjadi. Si Preman merasa bahwa kompleks perumahan kami berada di bawah kekuasaannya. Sementara kami baru menempati rumah tersebut, dan Rustam sudah menandai batas wilayah kekuasaannya. Akhirnya terjadilah pertarungan antara jagoan kampung dengan Rustam. Awalnya Preman selalu kalah dan akhirnya kabur. Rustam mengejarnya, namun berhenti sampai batas kekuasaanya saja, yaitu tembok tinggi di halaman belakang rumah. Kelemahan Rustam adalah tidak bisa memanjat pohon dan melompat tinggi seperti keahlian yang dimiliki semua kucing kampung. Mungkin itu karena kondisi tubuhnya yang tambun dan besar. Akhirnya taktik Preman selalu berlari dan melompat ke tempat yang lebih tinggi atau memanjat pohon.

Kami selalu memperhatikan tingkah laku mereka hingga kami hapal betul kelakuan masing-masing kucing tersebut. Sampai pada suatu ketika, karena lelah berkelahi atau disogok oleh Preman, akhirnya Rustam mulai terbiasa dengan kehadiran Preman. Mereka mulai menghormati dan respek satu sama lain. Kadang Rustam berjaga di dekat rumah sementara di sudut halaman lain Preman asik duduk-duduk santai. Kejadian tersebut lama-kelamaan membuat mereka saling terbiasa.

(to be continued)

No comments: