Showing posts with label Investasi. Show all posts
Showing posts with label Investasi. Show all posts

Sunday, November 1, 2009

Thukul

Yang satu ini bukannya Thukul Arwana atau Reynaldi yang di acara talkshow Bukan Empat Mata. Bukan juga Wiji Thukul yang seniman. Thukul yang ini adalah seorang petani yang tinggalnya di gunung. Jauh dari hiruk pikuk dunia selebritis dan gemerlapnya Jakarta. Hanya seorang petani.

Entah bagaimana ceritanya dipanggil Thukul kita semua juga tidak tahu. Nama sebenarnya sangat bagus, Khoiri. Khoir dalam bahasa Arab artinya baik. Mudah-mudahan seperti harapan kedua orangtuanya, selalu berbuat baik.

Masa kecilnya dilaluinya di sebuah desa di Jawa Tengah. Walaupun namanya berarti baik ternyata Thukul alias Khoiri pernah menjadi momok bagi anak-anak di desanya karena kenakalannya. Nakalnya memang hanya sebatas nakalnya anak desa yang sering berkelahi. Namun kenakalannya disebabkan karena hidupnya yang pas-pasan. Menurutnya, hanya untuk dapat jajan. Tetapi itupun tidak dengan mencuri. Biasanya ia meminta uang dari teman-temannya yang berlebihan uang jajan. Jika tidak diberi maka akan terjadi perkelahian.
Kenakalannya inipun hanya terjadi di luar rumahnya. Jika berada di rumah, Thukul adalah anak yang patuh dan rajin membantu kedua orangtuanya. Setiap hari selalu membantu kedua orangtuanya bertani. Bapaknya adalah seorang petani yang bekerja keras demi keluarganya. Temperamen bapaknya yang keras membuatnya menjadi orang yang tangguh dalam bekerja. Hingga pada suatu hari kenakalan Thukul di luar terdengar ke telinga bapaknya. Akibatnya dalam usia yang masih muda Thukul diusir oleh Bapaknya. Sementara ibunya tidak dapat berbuat apa-apa. Akhirnya Thukul remaja pergi meninggalkan keluarganya.

Pengembaraan Thukul meninggalkan keluarganya ketika usianya masih 12 tahun. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya ia bekerja menjadi buruh di sebuah pabrik kerupuk di kotanya. Awalnya hanya membantu pekerjaan ringan. Setelah beberapa bulan bekerja akhirnya ia mulai ditugaskan menggoreng kerupuk. Pekerjaan yang berat dan penuh resiko untuk anak seusianya. Namun baginya tidak ada pilihan lain demi sesuap nasi. Tanpa terasa sudah dua tahun Thukul pergi meninggalkan keluarganya. Kepergiannya menjalani hidup menjadi buruh pabrik kerupuk tanpa sepengetahuan keluarganya. Kakak-kakaknya sudah menikah dan tinggal di Jakarta. Ketika mereka pulang kampung dan tidak mendapatkan adiknya mereka sibuk mencari keberadaanya. Sementara Bapaknya tetap keras pada pendiriannya.

Akhir petualangan Thukul muda berakhir dengan pertemuan tidak sengaja dengan salah seorang tetangga kampungnya. Informasi keberadaan Thukul akhirnya diketahui pihak keluarga. Atas permintaan ibunda tercinta akhirnya Thukul luluh dan mau kembali pulang.

Kepulangan Thukul ke rumah tidak bertahan lama. Mungkin karena sudah terbiasa mandiri akhirnya Thukul kembali pergi meninggalkan rumah. Bedanya kali ini kepergiannya atas izin kedua orangtua. Ia pergi bersama kakaknya bertransmigrasi ke Sumatra. Sebagai seorang transmigran mereka mendapatkan rumah dan lahan untuk dikelola. Kehidupan sebagai transmigran menurutnya sangat menyedihkan. Apalagi untuk pemula seperti ia dan kakaknya. Pekerjaan awalnya adalah membuka lahan seluas 3 hektar miliknya. Komoditas yang ditanampun sudah ditentukan yaitu kelapa sawit. Untuk dapat menikmati hasil panennya mereka harus menunggu selama kurang lebih lima tahun. Sementara untuk menutupi kebutuhan sehari-hari mereka harus berkebun sayuran. Kebutuhan hidup hanya pas untuk makan saja. Selebihnya mereka harus berusaha keluar masuk hutan untuk mencari sesuatu yang dapat dijualnya. Mencari rotan dan mencari pohon sagu salah satunya. Jika sudah mencari rotan mereka harus pergi ke dalam hutan selama sebulan. Selama mencari rotan keluar masuk hutan mereka hanya berbekal garam dan sekarung beras. Untuk lauknya mereka mengandalkannya dengan cara berburu binatang hutan. Menjerat binatang seperti kelinci dan burung adalah cara yang paling mudah. Bahkan mereka pernah beruntung menemukan kijang sisa buruan harimau. Untungnya masih segar dan layak dimakan. Banyak pengalaman menarik yang dijumpainya selama pergi ke hutan mencari rotan. Bertemu harimau sumatra, dikejar beruang, atau dikeroyok sekawanan beruk. Untungnya selama ini mereka selamat dan tak pernah terluka. Karena menurut cerita penduduk setempat, serangan harimau gajah beruang bahkan lebah hutan bisa sangat membahayakan.

Kehidupan yang keras di hutan membuatnya tegar. Kegiatannya bertani membuat pengetahuannya bertambah. Menanam kelapa sawit, kopi, dan sayur-sayuran pernah dijalaninya. Cara menjerat rusa, babi hutan, burung juga pernah dilakukannya. Cara menghadapi serangan beruk, beruang, dan hewan buas ia tahu. Benar-benar menarik jika dia bercerita pengalamanny selama menjadi transmigran.

Karena suatu hal Thukul kembali ke Jawa. Atas ajakan saudaranya akhirnya ia bisa masuk bekerja di kantor. Pekerjaanya adalah menjadi cleaning service merangkap office boy. Sebagai karyawan kantoran di Jakarta sempat membuatnya nyaman. Uang mudah diperolehnya tanpa resiko diterkam harimau.

Namun rasa nyaman dengan penghasilan yang lumayan tidak membuatnya betah. Mungkin karena biaya hidup yang tinggi dan lika-liku kehidupan Jakarta yang keras membuatnya berubah fikiran. Ternyata hutan Sumatra masih lebih menarik daripada belantara Jakarta.

Ketika kami menawarinya untuk mengelola lahan milik bersama serta merta dia langsung menyanggupinya. Padahal penghasilannya jauh lebih rendah. Di lokasi lahan kami juga masih sepi. Tetangga terdekatnya berjarak 3 km. Rumahnya pun hanya dari kayu dan bambu tanpa listrik. Namun jiwa petualangan dan jiwa petani yang bebas membuatnya menerima tawaran kami. Akhirnya jadilah Thukul sekarang tinggal bersama keluarganya di atas sebuah di Jonggol.

Kemarin dia berkunjung ke kantor karena suatu urusan. Badannya hitam legam terbakar matahari. Lebih sehat dari kami semuanya. Tampak sangat menikmati perannya kembali menjadi petani. Sederhana namun memiliki kebebasan.

Thursday, July 23, 2009

Budidaya Gaharu, Satu Pohoh Hasilkan Puluhan Juta

Media Track | Tue, Feb 17, 2009 at 13:07 | Kota Baru, Radar Banjarmasin

Mahalnya harga jual getah dan pohon gaharu saat ini membuat banyak petani Kotabaru mulai tertarik untuk mengembangkan dan membudidayakan pohon gaharu. Selain memiliki harga ekonomis yang tinggi, pohon gaharu juga dapat tumbuh di kawasan hutan tropis. Pengembangan pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang sudah mengembangkan dan menanam pohon ini. Padahal, keuntungan dari bisnis pohon gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan warga hanya dalam waktu beberapa tahun.

Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, pohon gaharu juga dapat tumbuh di pekarangan warga. Karena itu sebenarnya warga memiliki banyak kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini. Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 9 sampai 10 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram getah gaharu.

Sementara harga getah gaharu mencapai Rp5-20 juta per kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp5 juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon gaharu yang berwarga hitam atau dengan kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta per Kg.

Salah seorang petani Kotabaru yang sudah mengembangkan pohon gaharu ini adalah Miran, warga Desa Langkang, Kecamatan Pulau Laut Timur. Menurutnya, untuk menanam pohon gaharu dan menghasilkan banyak getah diperlukan perawatan khusus.

Saat pohon gaharu berumur sekitar 5-8 tahun, pohon yang tumbuh seperti pohon hutan alam itu perlu disuntik dengan obat pemuncul getah. Setiap pohon diperlukan satu ampul dengan harga Rp300 ribu. Miran mengaku, ia sudah menjual sekitar 50 batang pohon gaharu yang masih berumur sekitar 1-3 tahun dengan nilai Rp19 juta. Ia juga telah menanam 500 batang pohon gaharu dengan umur satu tahun lebih dan tinggi sekitar 50 cm.

Karena memiliki sifat tumbuh yang tidak jauh beda dengan tanaman hutan lainnya, setiap hektar lahan dapat ditanam sekitar 500 pohon gaharu dengan jarak tanam sekitar 3-4 kali 6 meter.

Bibit pohon gaharu tersebut ia peroleh dari Samarinda, Kalimantan Timur, yang sebelumnya dikembangkan dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Harga bibit dari Rp7.500 sampai Rp10.000 per pohon.

Untuk pemasaran tidak perlu repot, karena banyak pembeli yang siap mendatangi mereka yang memiliki getah gaharu. Pengusaha transportasi itu juga berharap usaha yang ia rintis dapat diikuti masyarakat dan petani lain di Kotabaru. Apalagi bila mengingat masih banyak lahan tidur dibiarkan terbengkalai mubazir.

“Jika lahan tidur di wilayah kita dikembangkan dengan menanam gaharu, maka 10-15 tahun kemudian akan menghasilkan uang ratusan juta,” terang Miran. Sebelumnya, Miran sudah mencoba beberapa tanaman kebun, namun hasilnya tidak seperti menanam pohon gaharu. Dalam satu pohon usia dewasa dapat menghasilkan uang puluhan juta rupiah,

Selain Miran banyak petani lain di Desa Betung, Langkang Lama, Langkang Baru, Gunung Ulin dan Sebelimbingan yang mulai mengembangkan kayu yang biasa diambil getahnya untuk bahan minyak dan bahan obat-obatan tersebut.(Narullah)

sumber : matanews.com


Artikel sejenis :

- Prospek Budidaya Gaharu Secara Ringkas

- Gaharu

- Industri Aromatik.

PERKEMBANGAN GAHARU DAN PROSPEKNYA DI INDONESIA

Siapkan Masa Depan, Ayo Tanam Gaharu

Jumat, 24 Juli 2009 | 13:00 WIB

BARABAI, KOMPAS.com - Masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel, mulai melirik tanaman gaharu (Aquilaria malaccensis) sebagai investasi. Selain untuk mata pencaharian, tanaman ini juga akan menjadi pendapatan masa depan mereka.

"Di HST hingga saat ini sudah tercatat 27 ribu pohon gaharu yang dibudidayakan masyarakat setempat," kata Kepala Bidang (Kabid) Kehutanan, Dinas Kehutanan Peternakan dan Perikanan (Hutnakan) kabupaten tersebut, M.Rusdianto, di Barabai, Jumat.

Ia menerangkan, usaha budi daya pohon gaharu di "Bumi MURAKARA" HST saat ini terdapat di empat desa. "Tanaman gaharu tersebut kini sudah dikembangkan masyarakat di Desa Mandastana Kecamatan Batu Benawa, Desa Haur Gading Kecamatan Batang Alai Utara dan Desa Kambat Kecamatan Pandawan," katanya.

Menurut dia, masyarakat HST cukup beralasan menanam pohon gaharu, karena komoditas ini memiliki nilai ekonomis tinggi serta dapat tumbuh di kawasan hutan tropis dan cocok dengan kondisi "Bumi MURAKATA". "Pengembangan pohon gaharu saat ini belum banyak dikenal. Padahal, keuntungan dari bisnis pohon gaharu sangat menguntungkan," katanya.

Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, pohon gaharu juga dapat tumbuh di pekarangan. Sehingga warga memiliki banyak kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi itu. Banyaknya getah yang dihasilkan pohon Gaharu tergantung dari masa tanam dan panen pohon tersebut.

Usia tanam selama enam sampai delapan tahun, setiap batang pohon gaharu mampu menghasilkan sekitar dua kilogram getahnya. Harga getah gaharu saat ini mencapai Rp 5 juta hingga Rp 20 juta per kilogram atau tergantung dari jenis dan kualitas getahnya yang dihasilkan.

Getah gaharu dengan kualitas rendah dan berwarna kuning, laku dijual sekitar Rp 5 juta per kilogram. Sedangkan getah kualitas baik dan berwarna hitam, di pasaran mencapai Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per kilogram.

Menurut seorang petani gaharu, Ahmad Yani, ia sudah merasakan keuntungan dari menanam pohon yang dulunya merupakan hasil hutan ikutan itu. "Saya memulai budi daya gaharu sejak tahun 2001. Saat ini sudah ada beberapa pohon yang bisa dipanen," ujarnya.

Ia mengatakan, tanaman gaharu miliknya sekarang sudah 50 batang pohon yang berumur sekitar dua hingga empat tahun berhasil dijual. Kesemuanya, dia jual seharga Rp 20 juta. Untuk menjual getah gaharu tidak terlalu sulit, karena kini banyak pembeli yang datang mencari.

Para pembeli itu ada yang datang dari Jakarta hingga dari luar negeri seperti Timur Tengah. Bibit pohon gaharu cukup mudah dicari. Satu batang bibit gaharu berharga Rp 50 ribu.


sumber : Kompas.Com
Artikel Terkait : Arpan, Penyedia Bibit Pohon Gaharu

Sunday, March 15, 2009

Rumah di Jonggol

Jonggol, 14 Maret 2009

Sabtu ini Alhamdulillah perjalanan aman. Hujan tidak turun sehingga jalan bisa dilalui dengan mudah. Rencana untuk melihat proyek pembangunan rumah berjalan lancar. Walaupun rumah belum 100% selesai, namun dari penglihatan saya sudah ada perkembangan. Tinggal membuat dapur dan bagian depan. Sementara pemasangan bilik belum bisa dilakukan karena bilik yang dijual di pasar lebarnya kurang untuk menutupi dinding. Kang Jejen berinisiatif untuk memesan bilik yang memiliki lebar sesuai dengan lebar bangunan. Uang pembangunannya baru dibayar 80%, nanti kekurangnnya akan di berikan setelah rumah selesai.

Sementara proses penanaman pohon sengon juga sudah berjalan dengan lancar. Sudah hampir 9 500 batang pohon ditanami. Sekarang pengerjaannya sudah mencapai lahan milik Doni dan Sigit. Rencananya akan diteruskan ke lahan milik Agus dan Lisa. Untuk lahan milik Bapak Tarmizi, Mas Zuli dan Jupri belum dapat ditanami karena sedang digunakan untuk sawah huma milik penduduk. Pantauan saya di lapangan, sawah tersebut sudah mengeluarkan bulir-bulir padi. Perintah Pak Haji, begitu sawah selesai dipanen agar segera dibersihkan untuk ditanami pohon sengon.

Bagi rekan-rekan yang ingin mengurus sertifikat tanah tersebut dapat berkonsultasi langsung dengan Pak Haji Acep. Dari pembicaraan kemarin, status tanah milik kita sebagian adalah obyek sertifikat dan sebagian lagi adalah obyek kehutanan yang dapat disertifikasi. Prosesnya adalah dengan membuat surat keterangan lurah bahwa tanah tersebut merupakan milik masyarakat yang sudah dikelola puluhan tahun. Surat keterangan dari lurah tersebut dapat dijadikan dasar untuk meng-konversi status tanah. Biaya yang ditawarkan untuk membuat sertifikat adalah sebesar Rp. 2.000 per m2. Biaya tersebut diminta oleh Pejabat kehutanan yang bersedia mengurusnya. Dari jumlah tersebut Pak Haji belum menawarnya sehingga kemungkinan harga per meternya bisa lebih kecil.

Sementara proses pemindahan Thukul ke lokasi akan dilaksanakan setelah rumah selesai. Artinya sudah layak untuk dihuni. Untuk keamanan ada rencana mempekerjakan penduduk setempat yang di gaji setiap bulannya. Tugas keamanan selain untuk menjaga status tanah dari penyerobotan juga sebagai penjaga tanaman sengon agar tidak dicuri. Disamping itu keamanan akan menjadi penghubung antara kita dengan penduduk setempat. Biaya gaji kemanan sebaiknya diadakan rapat antara teman-teman semua.

Demikian informasi kunjungan ke Jonggol pada hari Sabtu tanggal 14 Maret 2009.

Foto pembangunan rumah




Foto Sumber Mata Air



Foto Lahan yang ditanami sengon



Foto jalan ke lahan


Foto Saung Penjaga






Friday, March 6, 2009

Hutan Rakyat Prospektif Pasok Industri Hilir

Rabu, 4 Maret 2009 | 22:02 WIB

JAKARTA, RABU — Industri produk kehutanan domestik seperti mebel dan kayu pertukangan tak akan kesulitan mendapat bahan baku lagi. Hutan rakyat kini sudah mampu memproduksi kayu rata-rata 6 juta meter kubik per tahun.

Jumlah ini semakin mendekati jatah produksi tebangan (JPT) kayu hutan alam yang tahun 2008 dan 2009 ditetapkan sebesar 9,1 juta meter kubik. Pertumbuhan produksi kayu rakyat tersebut juga potensial mengalihkan konsumsi kayu hutan alam oleh industri.

Demikian diungkapkan Kepala Pusat Informasi Kehutanan Departemen Kehutanan, Masyhud, seusai sosialisasi gerakan menanam "Satu Orang Satu Pohon (One Man One Tree)" di Pondok Pesantren Nurul Alamiah, Serang, Banten, Rabu (4/3).

Seluruh produksi kayu rakyat habis terserap pasar. Kayu rakyat berkontribusi sedikitnya 30 persen dari 19 juta meter kubik produksi kayu di luar JPT tahun 2008.

Dephut pun semakin gencar membagikan benih atau bibit pohon bernilai tinggi, seperti jati, sengon, mahoni, mangga, dan durian, sesuai permintaan masyarakat. Indonesia memiliki sedikitnya 200 jenis pohon yang bernilai tinggi dan bisa menjadi bahan baku industri.

Sedikitnya 32 organisasi masyarakat bekerja sama dengan Dephut untuk menanam sedikitnya 3,2 juta pohon.

Walau produksi kayu dari hutan rakyat tumbuh 10-15 persen per tahun, pemerintah masih sulit mendata luas areal tanam. Hutan rakyat belum berskala masif seperti hutan tanaman industri (HTI) yang bisa mencapai puluhan ribu hektar dalam satu hamparan.

Ada masyarakat yang menanam pohon di areal sampai seluas 10 hektar, tetapi ada juga yang hanya di pematang sawah atau sebagai pagar kebun.

Harga

Masyhud mengatakan, minat masyarakat menanam pohon semakin tinggi karena tertarik dengan harga yang terus naik. Intensifikasi penanaman pohon oleh masyarakat juga dapat mengurangi tekanan terhadap hutan alam secara bertahap.

Harga kayu sengon di Jawa Timur kini berkisar Rp 800.000-Rp 900.000 per meter kubik. Pada tahun 2007, harga masih berkisar Rp 600.000-Rp 650.000 per meter kubik.

Harga kayu jati lebih mahal lagi. Kayu jati merupakan bahan baku favorit industri mebel dan kerajinan. Walau berharga di atas Rp 1,5 juta per meter kubik, produk mebel dan kerajinan dari jati sangat diminati konsumen.

Kondisi ini diakui Direktur Utama PT Albizzia Sinar Lestari Indah (ASLI) Fuad Abdullah, produsen veneer di Jawa Timur. Harga kayu hutan rakyat cenderung bertahan karena permintaan industri hilir kehutanan yang berorientasi pasar domestik masih stabil.

Menurut Fuad, harga kayu sengon cenderung bertahan karena Perum Perhutani juga sudah menaikkan harga dasar penjualan produk kayu di pasaran.

Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono mengungkapkan, produk kayu hutan rakyat kini semakin prospektif. Bahkan, industri mebel dan kerajinan semakin banyak menyerap bahan baku dari hutan rakyat.

Asmindo malah mulai mengembangkan hutan rakyat dengan pola kemitraan di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Benih dibagikan gratis dan masyarakat di sekitar hutan mendapat pelatihan keterampilan kerja. Proyek ini akan diaudit lembaga independen untuk memperoleh sertifikat ramah lingkungan.

"Hampir 70 persen bahan baku industri permebelan dan kerajinan berasal dari hutan rakyat. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk menciptakan produk yang ramah lingkungan tanpa merusak hutan alam," ujar Ambar.

sumber : http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/03/04/22022611/hutan.rakyat.prospektif.pasok.industri.hilir


Tuesday, February 17, 2009

Investasi Kayu Sengon

Biaya Perawatan
Biaya Perawatan meliputi biaya pembersihan lahan dan pemberian pupuk serta pengendalian hama setiap 6 bulan sekali. Pekerjaan akan melibatkan tenaga kerja sebanyak 5 orang. Terdiri 1 (satu orang) pengawas dan 4 (empat) orang pekerja. Diperkirakan akan memakan waktu 7 hari kerja untuk setiap 1 hektar lahan. Proyeksi biaya perawatan selama 5 tahun adalah sebesar Rp. 9.000.000,-.
Perhitungan Biaya Perawatan :
Upah Tenaga Kerja per orang : Rp. 20.000 / hari
Jumlah Tenaga Kerja : 5 orang
Jumlah hari kerja : 7 hari
Jumlah Biaya per 6 bulan : Rp. 700.000,-
Jumlah By 5 Tahun : Rp. 7.000.000,-
Kebutuhan Pupuk : Rp. 2.000.000,-
Jumlah Biaya Perawatan : Rp. 9.000.000,-


Biaya Penyulaman
Biaya penyulaman adalah estimasi atas kemungkinan tanaman yang kurang sehat atau mati. Apabila perkiraan tanaman yang mati sebesar 25% dari total 4.000 tanaman. Maka jumlah penyulaman sebanyak 1.000 tanaman. Apabila biaya perawatan dan biaya bibit per batang adalah sebesar Rp. 5.250,-, [(Rp. 12.000.000 + Rp. 9.000.000) : 4.000 batang)] maka biaya penyulaman diperkirakan akan menyerap dana sekitar Rp. 5.250.000,-
Kebutuhan Dana Investasi Kayu Sengon
Perhitungan Biaya :
Pembelian Bibit Rp. 8.000.000,-
Ongkos Tanam Rp. 4.000.000,-
Biaya Perawaran Rp. 9.000.000,-
Biaya Penyulaman 20% est Rp. 5.250.000,-
Lain-lain Rp. 2.000.000,-
Total Biaya Rp. 28.250.000,-

Pemasaran
Pemasaran kayu sengon relatif lebih mudah, karena kayu sengon merupakan jenis kayu yang tingkat konsumsinya tinggi. Kebutuhan kayu sengon disamping untuk dijual sebagai kayu papan dapat pula digunakan sebagai kayu kaso, palet, bahan pembuat peti dan lain sebagainya. Ranting kayu sengon dapat pula dijual sebagai kayu bakar dan bahan baku pembuatan kertas (pulp). Pemasaran sengon di wilayah Jonggol biasanya dilakukan oleh tengkulak atau langsung dijual ke pabrik pemotongan kayu (sawmill). Harga pasar kayu beragam, saat ini harga satu batang pohon sengon usia tanam 5 tahun dapat dijual seharga Rp. 300.000 - Rp. 500.000,-. Sedangkan jika sudah dibuat papan atau balok dapat dijual seharga Rp. 1.000.000 - 1.200.000,- per m3.


Perhitungan Hasil Investasi
Jumlah tanaman per hektar lahan adalah sebanyak 4.000 batang dan prediksi susut sebesar 25% atau sejumlah 1.000 batang, maka setiap hektar lahan akan menghasilkan kayu yang dapat dipanen sebanyak 3.000 batang.
Apabila dijual kepada tengkulak (tebang ditempat) tanpa mengeluarkan ongkos tebang dan ongkos angkut sebatang pohon dapat dijual seharga Rp. 500.000,- (harga saat ini), sehingga perhitungannya menjadi sebagai berikut :
3.000 batang x Rp. 300.000,- = Rp. 900.000.000
Jadi selama 5 tahun masa tanam akan menghasilkan 3.000 batang kayu sengon per hektar lahan. Apabila diambil harga jual termurah yaitu sebesar Rp. 300.000,- per m3, maka hasil investasi kayu sengon selama 5 tahun adalah sebesar Rp. 900.000.000,- .
Hasil perhitungan tersebut berdasarkan estimasi terendah. Sebagai informasi, harga pasaran kayu sengon saat ini per batang dengan usia tanam 4 tahun adalah sebesar Rp. 500.000,-.

Disamping itu investor dapat memilih untuk menjual kayu dengan cara jual di tempat, yaitu dijual gelondongan tanpa biaya angkut dengan harga jual sebesar Rp. 300.000,- atau menjual kayu olahan dengan tambahan biaya angkut dan biaya pengolahan. Kayu sengon olahan dapat dipasarkan dengan harga Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 1.200.000,- per m3. Biaya pengolahan kayu (menurut informasi penduduk setempat) adalah setiap 3 m3 kayu gelondongan akan menjadi 2 m3 kayu olahan. Jumlah ini bersih yang akan diterima untuk pemilik kayu.