Monday, February 15, 2010

Perjalanan ke Semarang

Selasa,09 Februari 2010

Jam tangan sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB, tas kerja saya tenteng ditangan kiri sementara tangan kanan menenteng tarvel bag untuk perjalanan beberapa hari. Perjalanan kali ini adalah menuju ke Semarang, Jawa Tengah, dalam rangka sosialisasi dan instalasi program yang digunakan di kantor kami. Tiket Argo Sindoro sudah dipesan Gusti siang tadi. Jam keberangkatan kereta Argo Sindoro tujuan Semarang adalah jam 16.45 WIB. Rencana awal saya akan berangkat dari kantor menuju stasiun Gambir pukul 15.00 WIB, tujuannya agar lebih santai. Disamping itu jika kami berangkat terlalu sore kemungkinan akan terjebak macet lebih besar. Namun sampai pukul 15.00 WIB, saat ini, rekan kami yang sama-sama akan berangkat masih sibuk mengutak-atik laptop buluknya.

“Cepetan Gus, udah jam tiga nih ! Kalau di jalan macet, kita bisa keitnggalan kereta” berulang kali saya ingatkan Bagus agar segera membereskan laptopnya yang sudah buluk tersebut.
“Sabar Ji, bentar lagi juga beres, santai aja. Kita kan bisa berangkat jam setengah empat. Masih keburu”, jawabnya santai sambil mengetik di laptop buluknya tersebut. Saya kembali duduk dan meletakkan kembali kedua tas yang dari tadi dibawa-bawa. Saya perhatikan Bagus yang masih asyik dengan laptop buluknya itu.


Laptop Buluk Milik Bagus

Bicara laptop buluk milik Bagus tersebut ada kisah unik dan menarik. Sebenarnya laptop tersebut termasuk canggih karena sudah mendukung prosesor generasi IV. Mereknya juga lumayan terkenal Accer [atau Acer, maaf kalo salah ketik]. Canggih karena software yang bercokol di dalamnya juga bukan software sembarangan. Maklumlah usernya seorang yang mahir di dunia sistim informatika. Namun, sayangnya laptop canggih tersebut terlihat kumuh sekali. Pernah kami usulkan agar dia membeli laptop yang baru, tetapi dia bersikeras tidak mau meninggalkan laptop buluk tersebut. Bawa Hoki, katanya meniru-niru orang Cina yang percaya dengan sesuatu yang dapat membawa peruntungan. Biar jelek begini, sudah banyak hasilnya, katanya mencoba membela si laptop buluk tersebut. Memang benar juga sih, program kebanggaan kantor kami SIMARA Versi 2.0 lahir dari laptop ini. Belum lagu program SINTESA, Program penghitungan dan pelaporan SPT PPh 21 karyawan serta program brilian yang berhasil dijual juga berasal dari laptop buluk ini. Percaya deh kalau urusan yang satu itu. Hanya saja, saya kok melihatnya agak kagok ya. Buluknya itu loh. Dekil dan kotor. Penuh bercak kopi dan abu rokok dimana-mana. Layarnya saya sudah sedemikian buram, penuh dengan percikan kopi. Aneh, betah sekali beliau berlama-lama dengan benda tersebut. Yang lebih parah lagi, ini menurut dia sendiri, setelah dia mengenal komputer dan dunianya, sifatnya berubah menjadi anti sosial. Nah luh ! parah banget temen yag satu ini.

“Ji... Jiii... Ayo berangkattt !!!” tegurnya sambil memasukkan laptopnya ke dalam tas. “Hah... Ayo... ayo... “ jawab saya terhenyak. Rupanya si buluk sudah demikian kuat menghipnotis saya sehingga tidak terlihat jika Bagus sudah menyelesaikan tugasnya.

Kami berdua pamit kepada atasan dan teman-teman untuk melakukan perjalanan dinas menuju Semarang.


Ketinggalan Kereta

Kami berangkat tepat pukul 15.30 WIB menggunakan taksi yang sebelumnya kami pesankan ke sopir agar mengemudi secepat yang ia bisa. “Fast as you can please !”. Benar saja tuh sopir gocek kiri-gocek kanan, untungnya jago juga bawa mobilnya jadi nggak terasa ngebutnya. Sekitar Pukul 16.00 kami sudah tiba di Stasiun Gambir. Cukuplah waktu untuk sholat Ashar dan menunggu kedatangan Gusti. Pukul 16.30 WIB kereta kami sudah datang, segera kami berdua menuju ke jalur kereta yag akan kami naiki. Kontak per telpon dengan Gusti untuk menanyakan posisi duduk serta posisi ia saat ini kami lakukan. Kami berdua duduk manis di tempat yag telah kami pesan sesuai tiket. Sementara Gusti sedang berkutat dengan kemacetan di jalan. “Dikit lagi Ji, Ane nyampe” katanya mencoba meyakinkan. Menit demi menit berjalan menuju angkat keberangkatan kereta. Gusti belum muncul juga. Kami berdua mulai gelisah karena waktu 16.45 WIB jadwal keberangkatan hampir tiba.
“Gus, kalau Gusti ketinggalan kereta lucu kali ya “ kata saya sambil senyum membayangkan kami berdua naik kereta eksekutif tanpa tiket.
“Nggak beres tuh anak !” komentar Bagus dengan tampang tegang tanpa menengok ke arah saya. Tiba-tiba kereta berjalan perlahan. Cepat-cepat saya menghubunginya lewat HP namun tidak diangkat.
“Aduh celaka, keretanya sudah jalan” kata saya.
“Nggak, Cuma parkir aja kali “ jawab Bagus asal menenangkan hatinya.
Kereta bukannya berhenti malah semakin cepat dan cepat meninggalkan stasiun Gambir. “Hehehe....” saya tersenyum sendiri sambil cepat-cepat mengirimkan SMS agar Gusti segera menghubungi petugas ticketing untuk memberitahu kalau dua temannya sudah naik dan tiket ada padanya. Sementara tampang Bagus sudah dilipat delapan [hahaha.... serius ! Tegang banget].
“Nggak beres tuh anak! Kalo gua pejabat besok gua pindahin ke Irian” komentarnya dingin. Sementara saya malah senyum-senyum sendiri ingat ketika kecil dahulu. Gambaran saya adalah, kalau ada orang yang naik kereta tidak beli karcis biasanya kepalanya dicukur gundul. Mending kalau cukurannya rapih, yang ada malah dibikin berantakan. Apesnya lagi, kalau disuruh cuci gerbong di Stasiun Manggarai. Hahaha....
“Udah Gus, nanti kalau ada kondekturnya ane yang omongin” kata saya biar Bagus lebih tenang dikit nggak tegang-tegang amat.
“Iya Ji, ente aja yang ngomong” jawabnya sambil tetap cemberut.
“Ya udah, Beres” Jawab saya. Untungnya ketika kondektur datang dan saya jelaskan masalahnya dia mau mengerti dan kamipun bebas tanpa terkena sanksi. Alhamdulillah.


Kota Tua

Pesan temen-temen sebelum berangkat, Jangan lupa main ke kota tua atau jangan lupa oleh-oleh bandeng presto. Memang salah satu ciri khas Kota Semarang salah satunya adalah kota tua dan bandeng presto. Kalau tidak menikmati pemandangan kota tua biasanya wisatawan domestik mencoba makanan khas Semarang. Selain bandeng presto sebenarnya masih banyak lagi makanan khas daerah ini, misalnya lunpia, bakpia, winko babat, atau masakan seperti garang asem dan lain-lain. Nah, makanya selain kerjaan kantor di sela-sela waktu tersisa kami menyempatkan diri untuk menikmati wisata kuliner atau menikmati keindahan kota tua.

Saya sendiri kurang paham sejarah Semarang, yang saya tahu di sini banyak menetap imigran China sejak kedatangan Laksamana Cheng Ho. Saya mendapati banyak bangunan tua berarsitektur China dan Belanda di kota ini. Semuanya memang terlihat tua dan cenderung tidak terawat. Entah Pemda Kotamadya yang tidak ada dananya atau pertimbangan lain saya kurang tahu. Tapi patut disayangkan jika asset kota yang sebenarnya menarik tersebut tidak dikelola dengan baik. Banyak bangunan yang sudah lapuk dan tidak terawat. Kecuali beberapa bangunan yang masih difungsikan sebagai kantor selebihnya seudah terlihat banyak kerusakan.

Mengunjungi kota tua membuat saya berpikir jauh ke belakang. Di masa-masa keemasan kota ini. Saya membayangkan bahwa gedung tua yang berada di depan saya ini dahulu penuh sesak dengan orang-orang yang sibuk beraktifitas. Saya sangat menikmati suasana tersebut. Kadang harus diam untuk berkomunikasi dengan bangunan tua tersebut. Mereka semua bercerita tentang sejarahnya. Dari daun pintu, engsel, langit-langit, kayu-kayu, serta batu yang disusun oleh tangan terampil pada zamannya saya bisa merasakan kemegahan kota dan bangunan yang berdiri di hadapan saya. Sungguh luar biasa.

No comments: