Jakarta, 11 September 2009
Nggak Nasionalis !!
Protes seorang teman ketika dia mendengar komentarku yang tidak seheboh yang diharapkan. Masalahnya apalagi kalau bukan klaim negara tetangga Malaysia terhadap aset-aset bangsa Indonesia. Lewat Situs Kementrian Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan (http://www.warisan.gov.my) dalam Laman Jabatan Warisan Negara mereka mengumumkan secara resmi semua aset-aset negaranya.
Jabatan Warisan Negara pada awalnya adalah bahagian Warisan yang berada di bawah Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan (disingkat KeKKWa) dan dinaikkan posisinya sebagai Jabatan pada 1 Maret 2006. Jabatan Warisan Negara bertanggungjawab memulih, memelihara dan mengekalkan warisan negara seperti yang termaktub di dalam Akta Warisan Kebangsaan 2005.
Klaim Malaysia
Masalah muncul ketika aset-aset negara yang diklaim sebagai warisan budaya negara Malaysia ada beberapa yang berasal dari Indonesia. Beberapa kekayaan budaya bangsa kita yang telah diklaim oleh Malaysia diantaranya adalah;
1. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
2. Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
3. Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
4. Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
5. Rendang dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia
6. Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
7. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
8. Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
9. Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
10. Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia
11. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
12. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
13. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
14. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
15. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
16. Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
17. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
18. Kain Ulos oleh Malaysia
19. Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia
20. Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia
21. Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia
22. Tari Poco-Poco dari Maluku
23. Alat musik Rapa'i dan Serunai dari Aceh
24. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
Selain aset-aset warisan budaya di atas jangan lupa masalah klaim Pulau Amabalat, Pulau Gosong di Kalimantan Barat, Sipadan dan Ligitan, dan yang terakhir adalah Pulau Jemur di Riau yang diklaim sebagai obyek tujuan wisata Malaysia. Apalagi sikap arogan angkatan laut Malaysia yang sengaja melintas ke wilayah RI. Aksi kapal angkatan laut Malaysia ini diliput langsung oleh salah satu stasiun televisi. Akibatnya masyarakat yang menyaksikan aksi tersebut menjadi terpancing emosinya. Bagaimanapun juga pemerintah harus mengambil sikap dan tindakan terhadap sikap negara tetangga yang arogan tersebut.
Reaksi Masyarakat
Pertama kali yang membuat heboh adalah klaim mereka atas lagu Rasa Sayange dari Maluku. Berita ini di ekspos oleh media masa yang menyebabkan reaksi marah berbagai elemen masyarakat, dari tukang ojek hingga anggota DPR. Rasa nasionalisme mereka langsung terbakar. Setelah kasus Ambalat, Sipadan-Ligitan dan provokasi kapal perang Malaysia, masyarakat menjadi gerah. Jero Wacik, Menteri Budaya dan Pariwisata, mengatakan bahwa kita adalah negara kaya kebudayaan, sedangkan negara tetangga miskin kebudayaan, makanya dia berusaha untuk memiliki sebagian kebudayaan tersebut.
Klaim Malaysia atas batik sangat meresahkan perajin batik Indonesia. Bangsa ini harus segera menghapus bayang-bayang yang meresahkan itu agar perajin batik Indonesia di kemudian hari tidak perlu memberi royalti kepada negara lain. Perajin batik Pekalongan, Romi Oktabirawa, mengatakan hal itu dalam pembentukan Forum Masyarakat Batik Indonesia di Jakarta. Romi mengatakan, generasi batik masa lampau hanya melihat kompetisi antarperajin di dalam negeri. Kini, sudah saatnya perajin batik bersatu, menunjukkan eksistensi bahwa batik adalah warisan budaya Indonesia. Untuk melestarikannya, Pemerintah Indonesia akan menominasikan batik Indonesia untuk dikukuhkan oleh Unesco sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage).
Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PAN Amien Rais mendesak pemerintah bersikap tegas dalam menyelesaikan kasus Ambalat dengan Malaysia. Sebagai negara besar, Indonesia harus mempertahankan harga dirinya. Amien mengibaratkan Malaysia 'adik junior' dari Indonesia di ASEAN. Namun kadang kala lupa diri dan berani 'memegang kepala kakaknya'. Menghadapi kondisi seperti ini, menurutnya, Malaysia harus diberikan pelajaran agar jera. Tindakan negeri Jiran tersebut beberapa kali memasuki kawasan NKRI hendaknya diberi peringatan keras, antara lain dalam bentuk ultimatum. "Kalau sudah lebih dari sekali, itu tandanya menantang. Kita sebagai negara yang besar harus berani mengambil tindakan sekali-kali perang saja biar tambah sehat," ujar Amien.
Ada Salah Persepsi Soal "Klaim Malaysia"
Dalam dialog antarnegara itu, Indonesia harus mengajak Malaysia untuk melokalisir permasalahan kedua negara tanpa mempengaruhi masalah yang lain.
Ia mencontohkan, jangan sampai kasus kekerasan yang menimpa Siti Hajar, salah satu TKI akhirnya mempengaruhi investasi Malaysia di Indonesia.
Sweeping WN Malaysia
Seperti diketahui, kebencian atas "klaim Malaysia" itu memunculkan tindakan sweeping terhadap warga Malaysia di Jl Diponegoro Jakarta. Walau tidak menemukan satu warga negara Malaysia, aksi itu membuat prihatin banyak pihak karena akan semakin menganggu hubungan baik kedua negara.
Menanggapi sejumlah aksi anti-Malaysia itu, Menteri Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Rais Yatim di Kuala Lumpur Selasa (8/9) mengatakan, pemerintah dan rakyat Malaysia tidak akan melakukan demonstrasi di KBRI Kuala Lumpur sebagai balasan demo di Kedutaan Malaysia di Jakarta.
"Walaupun bendera Malaysia dibakar. Kedutaan kami dilempari telur dan batu, kami tidak akan membalas terhadap kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur," katanya.
Ia mengatakan, Malaysia ingin menjalin terus hubungan baik dengan Indonesia sebagai negara tetangga dan serumpun. Indonesia dan Malaysia adalah pendiri Asean yang kini punya cita-cita sama yakni terciptanya masyarakat Asean.
"Tuduhan bahwa Malaysia mengklaim tari pendet, batik, lagu rasa sayange, reog, dan mengklaim pulau Jemur adalah tidak benar. Tuduhan itu menimbulkan kebencian rakyat Indonesia pada Malaysia," katanya.
Malaysia Klaim Budaya Indonesia Karena Cari Identitas
Padang (ANTARA News) - Sejarawan Sumatera Barat Prof Dr Gusti Asnan menyatakan Malaysia sedang mencari identitas diri sehingga mengklaim berbagai kebudayaan yang berasal dari Indonesia. "Malaysia kini gamang melihat masa depannya. Hal terungkap sesuai penuturan sejumlah mahasiswa asal Malaysia yang kini sama tidak pernah mendengar tentang cerita rakyat asal negaranya sebagai sebuah sejarah," kata Asnan di Padang, Sabtu.
Sementara itu minimnya pengetahuan rakyat Malaysia terhadap sejarah negara mereka dibuktikan dari 40 mahasiswa asal negara jiran itu yang mengaku hanya sedikit dari mereka yang mengenal budayanya. Akan tetapi ketika datang ke Indonesia mereka justru tertarik mempelajari budaya Indonesia hingga sering diputar ulang. "Mengapa itu bisa terjadi, lebih karena mereka menganggap Indonesia sebagai satu rumpum Melayu dengan Malaysia," katanya asal muasal satu rumpun Melayu itu secara historis memang ada dan perbedaannya pun nyaris seperti benang tipis. Karena butuh sesuatu untuk dijual maka apa yang dimiliki Indonesia langsung dijualnya. Hal itu dilakukan lebih hanya untuk mencari identitas diri
Perdana Menteri, Menteri sampai Bintang Film Malaysia keturunan Indonesia
Sebenarnya kita jangan terlalu sewot dengan sikap Malaysia yang demikian. Para pakar mengatakan bahwa mereka sedang mengalami krisis identitas, alias sedang bingung mencari akar budaya asli mereka. Untuk mengakui bahwa Indonesia adalah 'saudara tua' sepertinya mereka gengsi. Mungkin karena selalu mnegklaim bahwa mereka lebih maju. Akhirnya dilakukan dengan cara mengaku-ngaku seperti yang sekarang dilakukannya.
Padahal kalau kita mau balik mengklaim mereka akibatnya akan luar biasa sekali. Misalnya kita klaim bahwa PM Malaysia, Najib Tun Razak, adalah berasal dari Indonesia . Karena memang ternyata beliau masih keturunan Sultan Gowa ke-19 atau cucu dari Sultan Hasanudin. Bahkan 80% keturunan Melayu di Malaysia adalah keturunan orang Indonesia. Ada keturunan Aceh, Padang, Sumatera Utara, Jambi, Palembang, Jawa, Madura, Bawean, dan Bugis. Lalu, Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi, berkakek orang Yogyakarta. Bahasa Jawanya pun masih medok dan Bintang film legendaris Malaysia, P. Ramlee misalnya, adalah anak Aceh yang sukses di Malaysia. Penyanyi pria paling top saat ini, Mawi, juga masih keturunan orang Jawa.
Begitu juga dengan Rais Yatim, Menteri Penerangan dan Kebudayaan Malaysia, yang menghabiskan masa kecilnya di Sawahlunto, Sumatera Barat.
Kesuksesan perantauan Indonesia di Malaysia bukan hanya sampai tingkat menteri. Beberapa sultan di beberapa negara bagian juga keturunan Indonesia, contohnya Sultan di Johor Bahru dan Selangor adalah keturunan Bugis.
Itulah sedikit contoh orang Indonesia yang sukses merantau di Malaysia. Warga Indonesia yang merantau ke Malaysia yang sukses, ada di semua lini dan sendi kehidupan.
Pantas saja kalau Malaysia sampai merasa bahwa budaya-budaya mereka adalah sama dengan budaya Indonesia. Lha wong 80% ras melayu mereka masih keturunan Indonesia !
Jangan Terprovokasi
Kalau dibilang kesal atau marah pasti semua orang akan marah. Tapi cobalah berfikir kembali, jangan mereka juga tidak mengerti kalau budaya tersebut merupakan budaya asli Indonesia. Artinya sosialisasi dan promosi budaya nasional sangat kurang di dunia internasional. Akibatnya negara lain tidak mengetahui kalau tari pendet berasal dari Bali atau Reog merupakan kesenian dari daerah Ponorogo. Jadi siapa yang salah ? Nggak ada yang salah. Malaysia tidak tahu dan Indonesia tidak memberitahu.
Indonesia dan Malaysia adalah negara besar di kawasan Asia Tenggara. Dua-duanya negara dengan suku bangsa Melayu paling banyak dan merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi ketegangan kedua negara untuk membuat instabilitas kawasan.
Percayalah negara kapitalis perlu pasar, mereka perlu negara yang dapat dijadikan lahan subur untuk menjual produk senjata dan teknologinya. Saya rasa presiden SBY bukannya tidak peka terhadap masalah tersebut. Hanya jangan terlalu terburu-buru mengambil sikap, apalagi sampai jauh dengan menyatakan perang. Memangnya dengan peperangan dapat menyelesaikan masalah ? Perang adalah masalah kedaulatan dan harga diri. Kalau masalah Ambalat mungkin kita perlu tegas, namun masalah seni budaya ? Saya rasa ini karena kesalahan kita sendiri yang tidak mampu menjaga dan memperkenalkan budaya kita di dunia internasional.
Jangan sewot membacanya. Saya tetap nasionalis, saya tetap marah tapi jangan gegabah. Apalagi sampai sweeping segala. Lalu kalau ada orang Malaysia yang tertangkap mau apa ? Disuruh ngaku kalau tari pendet dari Bali atau Kuda Lumping punya kita ? Atau mau ngongkosi mereka balik ke negaranya.
Peace !!!
Protes seorang teman ketika dia mendengar komentarku yang tidak seheboh yang diharapkan. Masalahnya apalagi kalau bukan klaim negara tetangga Malaysia terhadap aset-aset bangsa Indonesia. Lewat Situs Kementrian Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan (http://www.warisan.gov.my) dalam Laman Jabatan Warisan Negara mereka mengumumkan secara resmi semua aset-aset negaranya.
Jabatan Warisan Negara pada awalnya adalah bahagian Warisan yang berada di bawah Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan (disingkat KeKKWa) dan dinaikkan posisinya sebagai Jabatan pada 1 Maret 2006. Jabatan Warisan Negara bertanggungjawab memulih, memelihara dan mengekalkan warisan negara seperti yang termaktub di dalam Akta Warisan Kebangsaan 2005.
Klaim Malaysia
Masalah muncul ketika aset-aset negara yang diklaim sebagai warisan budaya negara Malaysia ada beberapa yang berasal dari Indonesia. Beberapa kekayaan budaya bangsa kita yang telah diklaim oleh Malaysia diantaranya adalah;
1. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
2. Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
3. Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
4. Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
5. Rendang dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia
6. Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
7. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
8. Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
9. Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
10. Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia
11. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
12. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
13. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
14. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
15. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
16. Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
17. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
18. Kain Ulos oleh Malaysia
19. Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia
20. Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia
21. Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia
22. Tari Poco-Poco dari Maluku
23. Alat musik Rapa'i dan Serunai dari Aceh
24. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
Selain aset-aset warisan budaya di atas jangan lupa masalah klaim Pulau Amabalat, Pulau Gosong di Kalimantan Barat, Sipadan dan Ligitan, dan yang terakhir adalah Pulau Jemur di Riau yang diklaim sebagai obyek tujuan wisata Malaysia. Apalagi sikap arogan angkatan laut Malaysia yang sengaja melintas ke wilayah RI. Aksi kapal angkatan laut Malaysia ini diliput langsung oleh salah satu stasiun televisi. Akibatnya masyarakat yang menyaksikan aksi tersebut menjadi terpancing emosinya. Bagaimanapun juga pemerintah harus mengambil sikap dan tindakan terhadap sikap negara tetangga yang arogan tersebut.
Reaksi Masyarakat
Pertama kali yang membuat heboh adalah klaim mereka atas lagu Rasa Sayange dari Maluku. Berita ini di ekspos oleh media masa yang menyebabkan reaksi marah berbagai elemen masyarakat, dari tukang ojek hingga anggota DPR. Rasa nasionalisme mereka langsung terbakar. Setelah kasus Ambalat, Sipadan-Ligitan dan provokasi kapal perang Malaysia, masyarakat menjadi gerah. Jero Wacik, Menteri Budaya dan Pariwisata, mengatakan bahwa kita adalah negara kaya kebudayaan, sedangkan negara tetangga miskin kebudayaan, makanya dia berusaha untuk memiliki sebagian kebudayaan tersebut.
Klaim Malaysia atas batik sangat meresahkan perajin batik Indonesia. Bangsa ini harus segera menghapus bayang-bayang yang meresahkan itu agar perajin batik Indonesia di kemudian hari tidak perlu memberi royalti kepada negara lain. Perajin batik Pekalongan, Romi Oktabirawa, mengatakan hal itu dalam pembentukan Forum Masyarakat Batik Indonesia di Jakarta. Romi mengatakan, generasi batik masa lampau hanya melihat kompetisi antarperajin di dalam negeri. Kini, sudah saatnya perajin batik bersatu, menunjukkan eksistensi bahwa batik adalah warisan budaya Indonesia. Untuk melestarikannya, Pemerintah Indonesia akan menominasikan batik Indonesia untuk dikukuhkan oleh Unesco sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage).
Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PAN Amien Rais mendesak pemerintah bersikap tegas dalam menyelesaikan kasus Ambalat dengan Malaysia. Sebagai negara besar, Indonesia harus mempertahankan harga dirinya. Amien mengibaratkan Malaysia 'adik junior' dari Indonesia di ASEAN. Namun kadang kala lupa diri dan berani 'memegang kepala kakaknya'. Menghadapi kondisi seperti ini, menurutnya, Malaysia harus diberikan pelajaran agar jera. Tindakan negeri Jiran tersebut beberapa kali memasuki kawasan NKRI hendaknya diberi peringatan keras, antara lain dalam bentuk ultimatum. "Kalau sudah lebih dari sekali, itu tandanya menantang. Kita sebagai negara yang besar harus berani mengambil tindakan sekali-kali perang saja biar tambah sehat," ujar Amien.
Ada Salah Persepsi Soal "Klaim Malaysia"
Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hikmahanto Juwana menegaskan bahwa telah terjadi salah pengertian soal penggunaan budaya Indonesia oleh Malaysia dan pemerintah harus menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya.
"Pemerintah harus meredam situasi yang bisa memicu kebencian yang lebih jauh masyarakat Indonesia terhadap Malaysia, dengan memberikan penjelasan yang benar," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Menurut Hikmahanto, penggunaan Tari Pendet oleh iklan promosi pariwisata Malaysia bukanlah klaim negara itu atas seni budaya Indonesia. Demikian juga promosi wisata di Pulau Jemur milik Indonesia oleh Malaysia, bukan berarti mereka mengklaim pulau tersebut.
"Jadi banyak tanggapan yang muncul akibat salah persepsi itu, termasuk pejabat yang memberikan tanggapan salah sehingga membuat masyarakat menyimpulkan memang ada klaim Malaysia itu," katanya yang meraih penghargaan British Achieving Award dari Pemerintah Inggris
Oleh karena itu, menurut Hikmahanto, sudah saatnya pemerintah melakukan komunikasi yang baik kepada publik dan menjelaskan kesalahan persepsi itu.
Dua hal lain yang harus dilakukan pemerintah, pertama memberikan penjelasan kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindakan sepihak karena masalah itu diselesaikan melalui jalur antarnegara.
"Andai negara bermusuhan jangan sampai menyeret setiap warga dari dua negara untuk bermusuhan. Kita tidak bisa menyalahkan warga negara Malaysia yang ada di sini atas sikap negaranya," katanya yang pernah menulis buku "Masalah Kepemilikan Sipadan Ligitan".
Dan kedua, Pemerintah Indonesia harus berkomunikasi dengan Pemerintah Malaysia tentang berbagai isu sensitif. "Tunjukkan dialog itu di depan publik Indonesia bahwa kedua negara tengah berusaha menyelesaikan perbedaan pandangan," katanya.
"Pemerintah harus meredam situasi yang bisa memicu kebencian yang lebih jauh masyarakat Indonesia terhadap Malaysia, dengan memberikan penjelasan yang benar," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Menurut Hikmahanto, penggunaan Tari Pendet oleh iklan promosi pariwisata Malaysia bukanlah klaim negara itu atas seni budaya Indonesia. Demikian juga promosi wisata di Pulau Jemur milik Indonesia oleh Malaysia, bukan berarti mereka mengklaim pulau tersebut.
"Jadi banyak tanggapan yang muncul akibat salah persepsi itu, termasuk pejabat yang memberikan tanggapan salah sehingga membuat masyarakat menyimpulkan memang ada klaim Malaysia itu," katanya yang meraih penghargaan British Achieving Award dari Pemerintah Inggris
Oleh karena itu, menurut Hikmahanto, sudah saatnya pemerintah melakukan komunikasi yang baik kepada publik dan menjelaskan kesalahan persepsi itu.
Dua hal lain yang harus dilakukan pemerintah, pertama memberikan penjelasan kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindakan sepihak karena masalah itu diselesaikan melalui jalur antarnegara.
"Andai negara bermusuhan jangan sampai menyeret setiap warga dari dua negara untuk bermusuhan. Kita tidak bisa menyalahkan warga negara Malaysia yang ada di sini atas sikap negaranya," katanya yang pernah menulis buku "Masalah Kepemilikan Sipadan Ligitan".
Dan kedua, Pemerintah Indonesia harus berkomunikasi dengan Pemerintah Malaysia tentang berbagai isu sensitif. "Tunjukkan dialog itu di depan publik Indonesia bahwa kedua negara tengah berusaha menyelesaikan perbedaan pandangan," katanya.
Dalam dialog antarnegara itu, Indonesia harus mengajak Malaysia untuk melokalisir permasalahan kedua negara tanpa mempengaruhi masalah yang lain.
Ia mencontohkan, jangan sampai kasus kekerasan yang menimpa Siti Hajar, salah satu TKI akhirnya mempengaruhi investasi Malaysia di Indonesia.
Sweeping WN Malaysia
Seperti diketahui, kebencian atas "klaim Malaysia" itu memunculkan tindakan sweeping terhadap warga Malaysia di Jl Diponegoro Jakarta. Walau tidak menemukan satu warga negara Malaysia, aksi itu membuat prihatin banyak pihak karena akan semakin menganggu hubungan baik kedua negara.
Menanggapi sejumlah aksi anti-Malaysia itu, Menteri Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Rais Yatim di Kuala Lumpur Selasa (8/9) mengatakan, pemerintah dan rakyat Malaysia tidak akan melakukan demonstrasi di KBRI Kuala Lumpur sebagai balasan demo di Kedutaan Malaysia di Jakarta.
"Walaupun bendera Malaysia dibakar. Kedutaan kami dilempari telur dan batu, kami tidak akan membalas terhadap kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur," katanya.
Ia mengatakan, Malaysia ingin menjalin terus hubungan baik dengan Indonesia sebagai negara tetangga dan serumpun. Indonesia dan Malaysia adalah pendiri Asean yang kini punya cita-cita sama yakni terciptanya masyarakat Asean.
"Tuduhan bahwa Malaysia mengklaim tari pendet, batik, lagu rasa sayange, reog, dan mengklaim pulau Jemur adalah tidak benar. Tuduhan itu menimbulkan kebencian rakyat Indonesia pada Malaysia," katanya.
Malaysia Klaim Budaya Indonesia Karena Cari Identitas
Padang (ANTARA News) - Sejarawan Sumatera Barat Prof Dr Gusti Asnan menyatakan Malaysia sedang mencari identitas diri sehingga mengklaim berbagai kebudayaan yang berasal dari Indonesia. "Malaysia kini gamang melihat masa depannya. Hal terungkap sesuai penuturan sejumlah mahasiswa asal Malaysia yang kini sama tidak pernah mendengar tentang cerita rakyat asal negaranya sebagai sebuah sejarah," kata Asnan di Padang, Sabtu.
Sementara itu minimnya pengetahuan rakyat Malaysia terhadap sejarah negara mereka dibuktikan dari 40 mahasiswa asal negara jiran itu yang mengaku hanya sedikit dari mereka yang mengenal budayanya. Akan tetapi ketika datang ke Indonesia mereka justru tertarik mempelajari budaya Indonesia hingga sering diputar ulang. "Mengapa itu bisa terjadi, lebih karena mereka menganggap Indonesia sebagai satu rumpum Melayu dengan Malaysia," katanya asal muasal satu rumpun Melayu itu secara historis memang ada dan perbedaannya pun nyaris seperti benang tipis. Karena butuh sesuatu untuk dijual maka apa yang dimiliki Indonesia langsung dijualnya. Hal itu dilakukan lebih hanya untuk mencari identitas diri
Perdana Menteri, Menteri sampai Bintang Film Malaysia keturunan Indonesia
Sebenarnya kita jangan terlalu sewot dengan sikap Malaysia yang demikian. Para pakar mengatakan bahwa mereka sedang mengalami krisis identitas, alias sedang bingung mencari akar budaya asli mereka. Untuk mengakui bahwa Indonesia adalah 'saudara tua' sepertinya mereka gengsi. Mungkin karena selalu mnegklaim bahwa mereka lebih maju. Akhirnya dilakukan dengan cara mengaku-ngaku seperti yang sekarang dilakukannya.
Padahal kalau kita mau balik mengklaim mereka akibatnya akan luar biasa sekali. Misalnya kita klaim bahwa PM Malaysia, Najib Tun Razak, adalah berasal dari Indonesia . Karena memang ternyata beliau masih keturunan Sultan Gowa ke-19 atau cucu dari Sultan Hasanudin. Bahkan 80% keturunan Melayu di Malaysia adalah keturunan orang Indonesia. Ada keturunan Aceh, Padang, Sumatera Utara, Jambi, Palembang, Jawa, Madura, Bawean, dan Bugis. Lalu, Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi, berkakek orang Yogyakarta. Bahasa Jawanya pun masih medok dan Bintang film legendaris Malaysia, P. Ramlee misalnya, adalah anak Aceh yang sukses di Malaysia. Penyanyi pria paling top saat ini, Mawi, juga masih keturunan orang Jawa.
Begitu juga dengan Rais Yatim, Menteri Penerangan dan Kebudayaan Malaysia, yang menghabiskan masa kecilnya di Sawahlunto, Sumatera Barat.
Kesuksesan perantauan Indonesia di Malaysia bukan hanya sampai tingkat menteri. Beberapa sultan di beberapa negara bagian juga keturunan Indonesia, contohnya Sultan di Johor Bahru dan Selangor adalah keturunan Bugis.
Itulah sedikit contoh orang Indonesia yang sukses merantau di Malaysia. Warga Indonesia yang merantau ke Malaysia yang sukses, ada di semua lini dan sendi kehidupan.
Pantas saja kalau Malaysia sampai merasa bahwa budaya-budaya mereka adalah sama dengan budaya Indonesia. Lha wong 80% ras melayu mereka masih keturunan Indonesia !
Jangan Terprovokasi
Kalau dibilang kesal atau marah pasti semua orang akan marah. Tapi cobalah berfikir kembali, jangan mereka juga tidak mengerti kalau budaya tersebut merupakan budaya asli Indonesia. Artinya sosialisasi dan promosi budaya nasional sangat kurang di dunia internasional. Akibatnya negara lain tidak mengetahui kalau tari pendet berasal dari Bali atau Reog merupakan kesenian dari daerah Ponorogo. Jadi siapa yang salah ? Nggak ada yang salah. Malaysia tidak tahu dan Indonesia tidak memberitahu.
Indonesia dan Malaysia adalah negara besar di kawasan Asia Tenggara. Dua-duanya negara dengan suku bangsa Melayu paling banyak dan merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi ketegangan kedua negara untuk membuat instabilitas kawasan.
Percayalah negara kapitalis perlu pasar, mereka perlu negara yang dapat dijadikan lahan subur untuk menjual produk senjata dan teknologinya. Saya rasa presiden SBY bukannya tidak peka terhadap masalah tersebut. Hanya jangan terlalu terburu-buru mengambil sikap, apalagi sampai jauh dengan menyatakan perang. Memangnya dengan peperangan dapat menyelesaikan masalah ? Perang adalah masalah kedaulatan dan harga diri. Kalau masalah Ambalat mungkin kita perlu tegas, namun masalah seni budaya ? Saya rasa ini karena kesalahan kita sendiri yang tidak mampu menjaga dan memperkenalkan budaya kita di dunia internasional.
Jangan sewot membacanya. Saya tetap nasionalis, saya tetap marah tapi jangan gegabah. Apalagi sampai sweeping segala. Lalu kalau ada orang Malaysia yang tertangkap mau apa ? Disuruh ngaku kalau tari pendet dari Bali atau Kuda Lumping punya kita ? Atau mau ngongkosi mereka balik ke negaranya.
Peace !!!
No comments:
Post a Comment